JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menyoroti keras sejumlah kepala daerah, terutama di wilayah Sumatera Utara, yang mencatat angka inflasi tertinggi di Indonesia. Ia menilai masih banyak pemerintah daerah yang tidak serius mengendalikan harga kebutuhan pokok dan hanya “pasrah pada anugerah Tuhan Yang Maha Esa” tanpa langkah nyata di lapangan.
“Dari daftar-daftar itu masih terlihat ada kabupaten dan kota yang berharap anugerah Tuhan Yang Maha Esa saja, usahanya tidak maksimal,” tegas Mendagri dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah, Senin (6/10/2025).
Pernyataan itu disampaikan setelah Kementerian Dalam Negeri bersama Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru inflasi nasional yang menunjukkan Sumatera Utara berada di posisi teratas dengan tingkat inflasi tahunan 5,32 persen per September 2025.
Inflasi Sumatera Utara Jadi Sorotan
Mendagri mengaku heran karena Sumatera Utara—yang secara geografis memiliki akses distribusi lancar—justru mencatat lonjakan inflasi tertinggi. Ia menyebut beberapa daerah seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Pasaman Barat, Tembilahan, dan Kerinci sebagai contoh kabupaten dengan inflasi tinggi meski tidak memiliki hambatan distribusi.
“Kita lihat juga kota-kota seperti Pematang Siantar, Gunung Sitoli, Padang Sidempuan, Dumai, Baubau, Sibolga, Pekanbaru, Medan, Bukittinggi, Lhokseumawe—ini bukan daerah yang distribusinya terhambat,” ungkap Mendagri.
Ia membandingkan kondisi itu dengan Papua Pegunungan, daerah dengan medan berat dan akses logistik terbatas, tetapi mampu menekan inflasi di level 3,55 persen. “Kita semua tahu sulitnya distribusi di Papua Pegunungan, tapi justru mereka bisa menjaga inflasi tetap rendah. Sementara provinsi yang distribusinya lancar malah tinggi,” ujarnya.
Inflasi Nasional Naik ke 2,65 Persen
Menurut data BPS, inflasi nasional pada September 2025 mencapai 0,21 persen (month-to-month) dan 2,65 persen (year-on-year) — naik dari 2,31 persen pada Agustus. Kenaikan ini dipicu terutama oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang memberikan andil terbesar terhadap inflasi nasional, yaitu 1,43 persen.
Kepala BPS menjelaskan, kenaikan harga beras, cabai merah, dan daging ayam ras menjadi faktor utama penyumbang inflasi. “Kelompok bahan makanan masih menjadi penekan utama stabilitas harga di berbagai wilayah,” ujarnya.
Dari 38 provinsi, 37 provinsi mengalami inflasi dan hanya Maluku Utara yang mencatat deflasi -0,17 persen.
Mendagri: Cek dan Tindak Tegas
Mendagri meminta seluruh kepala daerah melakukan evaluasi mendalam terhadap Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) masing-masing. Ia menegaskan agar pemda tidak hanya mengandalkan operasi pasar atau menunggu instruksi pusat.
“Cek kembali, perhatikan, dan berusahalah sekeras-kerasnya. Jangan hanya pasrah pada keadaan,” kata Mendagri menegaskan.
Menurutnya, pemerintah pusat telah memberikan dukungan data, koordinasi, dan fasilitas logistik, namun eksekusi di lapangan tetap menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. “Kita ingin memastikan program stabilisasi harga berjalan efektif. Kalau harga tidak terkendali, yang paling menderita adalah rakyat,” katanya.
Analis: Inflasi di Sumut Tanda Lemahnya Koordinasi Daerah
Analis ekonomi dari Universitas Indonesia, Dedi Santosa, menilai kenaikan inflasi di Sumatera Utara menunjukkan lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah dan sektor distribusi pangan.
“Sumut punya pelabuhan besar, jalur darat memadai, dan pusat perdagangan kuat. Jika inflasinya justru tertinggi, artinya ada masalah di pengawasan dan manajemen pasokan,” ujarnya.
Dedi menilai pemda harus berfokus pada rantai pasok lokal, bukan hanya intervensi jangka pendek. “Pastikan hasil petani terserap pasar lokal, bukan menunggu suplai dari luar daerah. Ini langkah kunci untuk menekan inflasi secara berkelanjutan,” tambahnya.
Tren Inflasi Berbalik dari Agustus
Pada Agustus 2025, BPS justru mencatat deflasi 0,08 persen, terutama karena turunnya harga tomat, cabai rawit, dan tarif angkutan udara. Namun, tren ini berbalik pada September akibat naiknya harga pangan pokok dan gangguan pasokan dari beberapa sentra produksi.
Inflasi tahun kalender (Januari–September) kini mencapai 1,82 persen, menunjukkan tekanan harga yang meningkat menjelang akhir tahun.
BPS memperingatkan, potensi kenaikan harga masih bisa terjadi pada kuartal keempat 2025 karena faktor cuaca dan distribusi.
Mendagri Ingatkan Kepala Daerah: Jangan Diam
Menutup arahannya, Mendagri menegaskan bahwa inflasi adalah indikator kinerja penting bagi pemerintah daerah. Ia meminta agar semua kepala daerah proaktif turun ke lapangan dan memastikan pasokan bahan pokok tersedia dengan harga wajar.
“Kalau inflasi tinggi, rakyat menjerit. Jangan diam, jangan hanya berharap pada Tuhan, tapi tunjukkan usaha nyata,” ujarnya.
Pemerintah pusat, kata Mendagri, akan terus memantau dan mengevaluasi kinerja tiap daerah. “Kami akan memberikan apresiasi bagi daerah yang berhasil menekan inflasi, dan teguran keras bagi yang lalai,” pungkasnya.
Berikut tabel inflasi provinsi (September 2025) yang bisa kamu tampilkan di portal berita sebagai pelengkap visual berita “Sumatera Utara Inflasi Tertinggi”:
No. | Provinsi | Inflasi YoY (%) | Keterangan / Catatan |
---|---|---|---|
1 | Sumatera Utara | 5,32 | Tertinggi nasional; distribusi lancar, namun harga pangan melonjak |
2 | Riau | 4,85 | Dipicu kenaikan harga beras dan cabai |
3 | Sumatera Barat | 4,66 | Distribusi lancar, namun stok pangan menurun |
4 | Aceh | 4,40 | Harga bahan pokok naik pasca-musim kering |
5 | Kepulauan Riau | 4,12 | Tekanan dari biaya logistik |
6 | Sumatera Selatan | 3,98 | Terimbas kenaikan harga ayam dan telur |
7 | Jambi | 3,90 | Inflasi moderat, namun biaya transport meningkat |
8 | Lampung | 3,72 | Terimbas harga beras dan cabai rawit |
9 | Papua Pegunungan | 3,55 | Medan sulit, tapi inflasi terkendali – dipuji Mendagri |
10 | Kalimantan Timur | 3,40 | Kenaikan biaya sewa dan bahan makanan |
11 | DKI Jakarta | 3,28 | Pengaruh harga beras dan BBM |
12 | Jawa Barat | 3,17 | Stabil berkat intervensi TPID |
13 | Jawa Tengah | 3,12 | Harga pangan mulai naik sejak Agustus |
14 | Jawa Timur | 3,05 | Relatif terkendali berkat operasi pasar |
15 | Bali | 2,88 | Tertahan karena pariwisata naik, suplai stabil |
16 | Kalimantan Selatan | 2,80 | Inflasi ringan, stok pangan aman |
17 | Nusa Tenggara Barat | 2,77 | Kenaikan harga ayam dan ikan segar |
18 | Sulawesi Selatan | 2,70 | Stabil, kontribusi bahan pangan rendah |
19 | Maluku | 2,58 | Harga transport laut sedikit naik |
20 | Maluku Utara | -0,17 (Deflasi) | Satu-satunya provinsi alami deflasi nasional |
Rata-rata inflasi nasional: 2,65% (YoY)
Sumber : Detik.com https://www.youtube.com/watch?v=9TfphKS80bQ