Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img
HomeNewsPrabowo Siapkan Komite Reformasi Kepolisian: Rakyat Ingin Polri Penegak Hukum, Bukan Polri...

Prabowo Siapkan Komite Reformasi Kepolisian: Rakyat Ingin Polri Penegak Hukum, Bukan Polri Penguasa atau Pengusaha

Jakarta -Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan melantik Komite Reformasi Kepolisian pada pekan depan. Komite yang terdiri dari sembilan anggota ini diharapkan menjadi tonggak awal pembenahan institusi kepolisian yang selama bertahun-tahun menghadapi krisis kepercayaan publik.

Nama mantan Menko Polhukam Mahfud MD disebut-sebut masuk dalam jajaran komite. Kehadiran Mahfud dipandang penting, mengingat rekam jejaknya yang konsisten menyuarakan perlunya penegakan hukum yang berkeadilan. Namun, publik menegaskan: siapapun figur yang ditunjuk, mandat utama komite ini harus jelas — mengembalikan Polri menjadi lembaga murni penegak hukum, bukan instrumen politik atau kepanjangan tangan pengusaha.

Harapan Rakyat: Polisi yang Netral dan Adil

Rakyat Indonesia berulang kali menyuarakan keinginan sederhana: polisi yang netral, adil, dan tidak tebang pilih. Harapan ini lahir dari pengalaman panjang ketika Polri dianggap terlalu dekat dengan kekuasaan.

Ungkapan populer “tajam ke bawah, tumpul ke atas” masih menjadi stigma yang melekat kuat. Banyak kasus besar yang menyeret pejabat atau pengusaha sering kali berakhir tanpa kepastian, sementara masyarakat kecil justru mendapat tindakan keras bahkan atas kasus ringan.

Bagi publik, reformasi Polri adalah soal integritas. Polisi harus kembali kepada jati dirinya: mengayomi, melindungi, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Luka Lama yang Belum Pulih

Sejumlah peristiwa besar dalam beberapa tahun terakhir menjadi pengingat bahwa Polri membutuhkan reformasi serius:

  1. Kasus Ferdy Sambo (2022) – Tragedi pembunuhan Brigadir J yang menyeret perwira tinggi Polri menguak praktik penyalahgunaan wewenang, rekayasa kasus, dan lemahnya sistem pengawasan internal. Kasus ini menjadi simbol krisis moral di tubuh Polri.

  2. Kriminalisasi Aktivis – Beberapa aktivis lingkungan dan pembela hak masyarakat adat dilaporkan dan diproses hukum, memunculkan kesan bahwa Polri lebih berpihak kepada pengusaha besar daripada rakyat kecil.

  3. Politik Kekuasaan – Netralitas Polri dalam pemilu dan pilkada sering diragukan. Ada persepsi kuat bahwa polisi kerap menjadi alat politik yang melindungi penguasa.

  4. Pungli dan Suap – Praktik pungutan liar dalam pelayanan publik kepolisian masih banyak dikeluhkan masyarakat, memperkuat stigma bahwa integritas polisi belum sepenuhnya pulih.

Dengan rekam jejak tersebut, tidak mengherankan jika publik menaruh ekspektasi besar terhadap komite yang akan dilantik Prabowo.

Suara Akademisi dan Pakar

Direktur Eksekutif Lemkapi, Edi Hasibuan, menyambut baik langkah Prabowo. Menurutnya, kehadiran komite bisa memperkuat pembenahan Polri.

“Kami optimis tugas tim reformasi kepolisian bentukan Presiden akan bertugas dengan baik dan hasilnya akan maksimal karena didukung para praktisi dan pakar kepolisian dari Polri,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengingatkan agar reformasi tidak berhenti di tataran simbolik. “Kalau hanya paham Polri sepotong-sepotong, hasilnya pasti tidak maksimal. Yang sudah baik kita pertahankan, yang belum maksimal harus ditingkatkan,” kata Edi.

Sementara itu, Mahfud MD menyatakan kesediaannya membantu tim reformasi Polri. Ia menegaskan bahwa reformasi harus menyentuh tiga aspek utama:

  1. Struktural – pembenahan kelembagaan dan tata organisasi Polri.

  2. Instrumental – penyempurnaan aturan internal dan prosedur kerja.

  3. Kultural – pembenahan mentalitas, nilai, dan perilaku aparat.

Mahfud menekankan bahwa aspek kultural adalah yang paling berat, karena terkait nepotisme, rekrutmen yang kotor, dan perilaku aparat yang cenderung melindungi kelompok tertentu.

Respons dari Internal Polri

Pihak kepolisian sendiri mengaku siap menerima masukan dan evaluasi. Kapolri Listyo Sigit Prabowo bahkan telah membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri internal yang terdiri dari 52 perwira tinggi dan menengah.

“Polri terbuka terhadap evaluasi masukan dari luar untuk terus melakukan perbaikan bagi institusi. Tim ini kami bentuk untuk membantu Komite Reformasi Polri yang dibentuk Presiden RI,” ujar Kapolri.

Komjen Chryshnanda Dwilaksana, yang dipercaya sebagai Ketua Tim Transformasi Internal, menegaskan bahwa perubahan bukan sekadar administratif, tetapi juga moral dan kultural.

“Transformasi ini adalah keberanian untuk belajar dari masa lalu, memperbaiki kesalahan, menghadapi tantangan dan harapan masyarakat di masa kini, serta menyiapkan masa depan yang lebih baik,” ujarnya.

Langkah Kapolri ini bisa dipandang sebagai bentuk kesiapan institusi menghadapi perubahan. Namun, publik tetap menunggu apakah tim internal dan komite eksternal dapat berjalan sinergis, atau justru saling tumpang tindih.

Tantangan dan Risiko

Membenahi Polri bukanlah pekerjaan mudah. Sebagai institusi besar dengan kultur kuat, setiap upaya reformasi bisa memicu resistensi. Ada potensi bahwa gagasan komite hanya akan menjadi dokumen laporan tanpa implementasi nyata jika tidak didukung political will Presiden.

Di sisi lain, kritik juga muncul: jika reformasi hanya menyasar Polri, tanpa menyentuh lembaga lain yang juga sering bermasalah (misalnya lembaga hukum lain atau kementerian), maka bisa terjadi ketimpangan.

Oleh sebab itu, reformasi Polri harus dipandang sebagai bagian dari reformasi hukum nasional yang lebih luas.

Ujian Awal Kepemimpinan Prabowo

Pelantikan Komite Reformasi Kepolisian pekan depan akan menjadi ujian awal kepemimpinan Prabowo Subianto. Jika ia benar-benar serius, publik akan melihat reformasi ini sebagai langkah berani membenahi institusi yang sangat vital bagi demokrasi dan keadilan.

Namun, jika hanya menjadi langkah pencitraan, kepercayaan publik akan semakin terkikis. Polri akan terus dilihat sebagai lembaga yang bekerja bukan untuk rakyat, tetapi untuk kepentingan politik dan ekonomi tertentu.

Kesimpulan

Rakyat menuntut Polri yang profesional, netral, dan berintegritas. Polisi yang tidak tunduk pada kepentingan penguasa atau pengusaha. Polisi yang berani menindak kejahatan meski menyentuh kalangan elit, dan yang mengayomi masyarakat kecil tanpa diskriminasi.

Kini, semua mata tertuju pada Prabowo. Pelantikan Komite Reformasi Kepolisian bukan sekadar seremoni politik, melainkan ujian apakah pemerintah baru ini benar-benar mendengar suara rakyat: menghadirkan Polri yang murni sebagai penegak hukum, pelindung, dan pengayom masyarakat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here