Jakarta, 1 Oktober 2025 — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN) periode 2008–2017, Hendi Prio Santoso, terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam transaksi jual-beli gas dengan PT Inti Alasindo Energy (IAE). Hendi diduga berperan dalam perjanjian kerja sama yang menyebabkan kerugian negara hingga USD 15 juta atau sekitar Rp240 miliar.
“Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik menahan tersangka HPS (Hendi Prio Santoso) selama 20 hari pertama, terhitung mulai 1 Oktober 2025 sampai dengan 20 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK Merah Putih,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (1/10).
Kronologi Kasus
Konstruksi perkara bermula dari kerja sama jual-beli gas antara PGN dengan PT IAE pada 2011–2012. Dalam perjanjian tersebut, PGN memberikan pembayaran di muka (advance payment) kepada IAE dengan dalih pemenuhan pasokan gas jangka panjang. Namun, pembayaran tersebut justru menimbulkan potensi kerugian karena tidak seluruhnya disertai kontrak pasokan yang jelas.
KPK menduga ada unsur kesengajaan dalam penyusunan perjanjian yang menguntungkan pihak tertentu. Selain itu, penyidik juga menemukan adanya pemberian uang tidak sah berupa commitment fee senilai SGD 500.000 kepada Hendi serta aliran dana USD 10.000 melalui pihak perantara.
“Uang tersebut merupakan bagian dari keuntungan yang dinikmati tersangka secara pribadi maupun melalui pihak lain, yang seharusnya tidak diterima,” ujar Alexander.
Tersangka Lain
Dalam kasus yang sama, KPK sebelumnya telah menetapkan dua tersangka lain, yakni Iswan Ibrahim, mantan Komisaris PT IAE, dan Danny Praditya, mantan Direktur Komersial PGN. Keduanya telah ditahan sejak awal September 2025.
“Penetapan Hendi Prio Santoso sebagai tersangka merupakan pengembangan dari alat bukti yang sudah diperoleh tim penyidik. Kami memastikan perkara ini tidak berhenti pada satu orang saja,” tambah Alexander.
Pasal yang Dilanggar
Hendi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Ancaman pidana untuk pasal ini maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar,” kata Alexander.
Implikasi Kasus
Penahanan Hendi menambah daftar panjang pejabat BUMN energi yang terseret kasus hukum. Pengamat energi menilai kasus ini menunjukkan lemahnya tata kelola kontrak di sektor gas, terutama dalam mekanisme pembayaran di muka dan pengawasan internal.
“Skandal ini menjadi pelajaran penting bahwa transparansi dan akuntabilitas harus diperkuat, apalagi di sektor energi yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata analis energi Universitas Indonesia, Faisal Rahman, saat dihubungi terpisah.
KPK menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dalam kasus ini serta kemungkinan adanya pihak lain yang turut bertanggung jawab.
“Penegakan hukum terhadap kasus di sektor energi tidak hanya untuk menghukum pelaku, tapi juga untuk memberikan efek jera dan memperbaiki tata kelola agar peristiwa serupa tidak terulang,” pungkas Alexander.
📌 Catatan Redaksi: Kasus Hendi Prio Santoso ini memperlihatkan betapa besar potensi korupsi dalam sektor strategis negara. Publik kini menantikan langkah tegas KPK dalam mengusut aktor lain yang terlibat, sekaligus memastikan kerugian negara bisa dipulihkan.