JAKARTA – Shell Indonesia memastikan pasokan bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan segera kembali tersedia. Hal ini menyusul pembahasan business-to-business (B2B) terkait impor base fuel yang tengah berlangsung antara Shell dengan pihak terkait.
President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian, menegaskan bahwa Shell terus berkoordinasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan. Proses tersebut dilakukan dengan mengacu pada standar keselamatan operasional serta kualitas bahan bakar global.
“Pembahasan business-to-business (B2B) terkait pasokan impor base fuel sedang berlangsung,” ujar Ingrid kepada Kontan, Selasa (30/9).
Sembari menunggu ketersediaan kembali produk bensin, SPBU Shell tetap melayani pelanggan dengan produk Shell V-Power Diesel, serta layanan lain seperti Shell Select, Shell Recharge, bengkel, dan pelumas. Shell juga menegaskan bahwa informasi resmi terkait ketersediaan bensin akan diumumkan melalui kanal resmi perusahaan, termasuk situs web, aplikasi Shell Asia, layanan pelanggan, dan media sosial.
Koordinasi dengan Pemerintah dan Pertamina
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya mengumumkan bahwa empat dari lima badan usaha (BU) swasta pengelola SPBU telah mencapai kesepakatan B2B dengan PT Pertamina (Persero) terkait pasokan BBM impor tambahan. Hanya tersisa satu BU swasta yang belum menandatangani kesepakatan hingga akhir September 2025.
Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, menyebut seluruh syarat teknis dan administrasi telah dipenuhi Pertamina. “Barangnya sudah ada di Indonesia. Kalau memang niat baik untuk menyelesaikan masalah ini agar masyarakat bisa terlayani, seharusnya segera laksanakan B2B-nya dan barang bisa disalurkan segera,” kata Anggia di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (26/9).
Menurut Anggia, kuota impor tambahan BBM untuk SPBU swasta telah tiba di Indonesia pada 24 September 2025. BBM tersebut sudah melalui uji Lemigas serta mekanisme joint surveyor untuk memastikan kualitas sesuai standar internasional. Ia juga menegaskan bahwa Pertamina tidak mengambil keuntungan dalam situasi darurat pasokan ini.
Vivo Sepakat, Shell Menyusul
Salah satu BU swasta yang sudah menandatangani kesepakatan adalah PT Vivo Energy Indonesia (Vivo). Dari 100 ribu barel kargo impor yang ditawarkan, Vivo menyerap 40 ribu barel untuk melayani konsumennya.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, mengapresiasi kerja sama tersebut. “Kebijakan ini bukan sekadar soal impor BBM, melainkan bagaimana semua pihak bekerja sama memastikan energi tersedia dan masyarakat terlayani dengan sangat baik,” ujarnya.
Roberth menambahkan bahwa penyediaan pasokan kepada Vivo dilakukan sesuai prosedur dan aturan yang berlaku. Pihaknya berharap semangat kolaborasi ini juga akan segera terjalin dengan Shell dan BU swasta lain.
Implikasi Kebijakan Impor Satu Pintu
Kebijakan impor BBM melalui Pertamina Patra Niaga sebagai pintu tunggal menuai perhatian publik. Meski tujuannya memastikan kontrol distribusi dan kualitas, kebijakan ini dinilai membawa risiko tambahan.
Seorang pengamat energi yang enggan disebutkan namanya menilai, kebijakan satu pintu bisa mendorong kenaikan harga BBM non-subsidi. Dengan adanya margin tambahan di Pertamina, harga bensin non-subsidi diperkirakan berpotensi naik Rp300–Rp500 per liter. “Itu signifikan bagi konsumen kelas menengah,” ujarnya.
Selain risiko harga, sumber yang sama menyoroti kemungkinan keterlambatan pasokan. “Jika Pertamina tidak gesit dalam mengatur impor dan distribusi, SPBU swasta bisa menghadapi kelangkaan lagi,” jelasnya.
Dengan kondisi ini, transparansi dan kecepatan eksekusi menjadi kunci. Pemerintah didesak memastikan bahwa kebijakan impor satu pintu tidak justru membebani masyarakat dan melemahkan daya saing BU swasta.
Shell kini berada di persimpangan penting: segera menuntaskan kesepakatan B2B agar dapat kembali menyalurkan bensin di SPBU, sekaligus menjaga komitmen pada standar global dan kepuasan pelanggan.