Medan – Kebijakan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, yang melakukan razia terhadap kendaraan berplat BL (Aceh) di Kabupaten Langkat menuai kritik tajam. Tindakan tersebut dinilai tidak hanya berlebihan, tetapi juga berpotensi menimbulkan persoalan baru di tingkat sosial, ekonomi, hingga keamanan antarwilayah.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumatera Utara, Mangapul Purba, menilai langkah Bobby tidak bijaksana. Menurutnya, urusan kendaraan berplat BL sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah Aceh. Oleh karena itu, ia menyebut tindakan razia yang dilakukan Pemprov Sumut sebagai langkah “offside” yang tidak dapat dibenarkan.
“Plat BL adalah domain Aceh, bukan kewenangan Sumut. Gubernur seharusnya lebih hati-hati agar tidak menimbulkan ketegangan antarprovinsi,” ujar Mangapul dalam keterangannya.
Lebih lanjut, Mangapul menyoroti alasan pemerintah yang mengaitkan razia tersebut dengan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak kendaraan. Menurutnya, jika memang tujuan utama adalah mengoptimalkan penerimaan pajak, Pemprov Sumut seharusnya lebih dulu melakukan validasi terhadap kendaraan berplat BK dan BB yang merupakan plat asli Sumut.
Data yang ia paparkan menunjukkan bahwa hanya sekitar 32 persen kendaraan berplat BK dan BB yang taat membayar pajak. Artinya, mayoritas kendaraan di Sumut sendiri masih bermasalah dalam hal kepatuhan pajak. “Jangan sampai menyalahkan kendaraan dari provinsi lain, sementara rumah tangga sendiri belum dibereskan,” tegas Mangapul.
Politisi PDI Perjuangan itu juga mengingatkan adanya potensi efek domino. Jika kebijakan razia ini terus dijalankan, bukan tidak mungkin provinsi lain akan melakukan hal serupa terhadap kendaraan dari Sumatera Utara. Kondisi tersebut, menurutnya, dapat memicu gesekan horizontal dan memperburuk hubungan antarwilayah.
“Kalau ini dibiarkan, bisa terjadi tindakan balasan. Kendaraan Sumut bisa diperlakukan tidak adil di Aceh maupun provinsi lainnya. Ini berbahaya bagi stabilitas dan persatuan bangsa,” tambahnya.
Mangapul menegaskan, Gubernur sebaiknya mencari solusi yang lebih konstruktif untuk meningkatkan PAD, tanpa harus menimbulkan polemik yang berisiko pada hubungan antardaerah.