Jakarta – Desakan masyarakat agar Polri menjalani reformasi total akhirnya mendapat respons langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Pembentukan Komite Reformasi Polri menjadi langkah awal untuk menjawab keresahan publik yang selama ini menilai Polri jauh dari harapan rakyat.
Komite ini rencananya akan melibatkan dua tokoh pakar hukum tata negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD dan Jimly Asshiddiqie. Keduanya dipercaya akan menyusun kerangka besar reformasi yang menyentuh aspek struktural, fungsional, hingga akuntabilitas Polri.
Harapan masyarakat jelas: Polri ke depan harus menjadi lebih humanis, dekat dengan rakyat, dan mengedepankan prinsip pelayanan publik. Penegakan hukum dituntut tidak lagi dilakukan dengan pendekatan gaya militer. “Yang bergaya militer cukup Tentara, sementara Polri harus mengedepankan wajah sipil yang melayani,” tegas salah satu aktivis.
Selain itu, suara publik juga menekankan pesan penting: Jangan karena presidennya mantan jenderal membuat seluruh instansi negara menggunakan simbol-simbol gaya kemiliteran. Rakyat tidak menginginkan hal itu. Mereka menuntut agar aparatur sipil di semua level menyadari posisi mereka bukan sebagai penguasa, tetapi sebagai pelayan masyarakat.
Kesadaran itu harus dimulai dari pucuk tertinggi kekuasaan—Presiden—hingga perangkat desa di lapisan terbawah. Semua aparatur negara adalah pelayan rakyat, bukan sebaliknya.
Reformasi ini diharapkan melahirkan:
- Polri yang humanis, tidak represif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
- Perubahan struktural yang membenahi hierarki serta promosi jabatan agar bebas dari praktik transaksional.
- Perubahan fungsional dengan memisahkan kewenangan yang tumpang tindih dan rawan penyalahgunaan.
- Penguatan transparansi dan akuntabilitas, memastikan Polri benar-benar diawasi oleh lembaga eksternal yang independen.
Reformasi Polri juga diharapkan mampu menghilangkan praktik “permainan oknum” yang selama ini merusak citra institusi. Publik tidak ingin Polri dipersepsikan sebagai “parcok” (partai coklat) yang sekadar mencari kepentingan dan keuntungan kelompok tertentu. Sebaliknya, Polri harus kembali ke jati dirinya: netral, profesional, dan menjadi pengayom rakyat.
Reformasi total Polri bukan lagi pilihan, tapi kewajiban. Saat rakyat menuntut perubahan, negara harus menjawab dengan tindakan nyata,” ujar gabungan organisasi masyarakat sipil.
Kini, publik menunggu bagaimana rekomendasi Komite Reformasi Polri akan diimplementasikan. Di tangan Presiden Prabowo, ada harapan besar bahwa Polri bisa berubah menjadi institusi yang humanis, adil, dan benar-benar hadir untuk rakyat.