Jakarta — Dunia kini tengah menyoroti arah baru diplomasi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Sejak resmi dilantik, Prabowo menampilkan corak yang berbeda dibanding pendahulunya. Jika sebelumnya diplomasi Indonesia cenderung protokoler dan birokratis, kini hadir pendekatan personal: lugas, tegas, namun tetap menjaga respek terhadap para mitra internasional.
Perubahan gaya ini tidak sekadar kosmetik. Ia mencerminkan pergeseran peran Indonesia: dari sekadar “mitra aman” bagi stabilitas kawasan, menjadi aktor strategis yang ikut menentukan arah percaturan global.
Ketegangan Regional: Ujian Awal Kepemimpinan
Asia Tenggara dalam beberapa bulan terakhir kembali diwarnai ketegangan:
Laut Cina Selatan masih menjadi titik panas antara Tiongkok dan negara-negara ASEAN. Manuver kapal perang, klaim sepihak, hingga insiden di perairan kerap memicu kekhawatiran eskalasi.
Myanmar terus dilanda krisis politik, dengan junta militer yang gagal mengendalikan perlawanan rakyat. Imbasnya, arus pengungsi Rohingya menekan negara-negara tetangga, termasuk Indonesia.
Thailand mengalami turbulensi politik yang juga tidak lepas dari tarik-menarik kepentingan Amerika Serikat dan China.
Perbatasan Indonesia–Timor Leste sempat memanas setelah insiden penembakan terhadap warga negara Indonesia. Peristiwa ini memicu reaksi keras dari Jakarta.
Prabowo memberi peringatan tegas: Indonesia tidak akan segan mengambil langkah militer jika kedaulatan dan keselamatan rakyat kembali dilanggar. Namun, ultimatum tersebut tetap dibarengi ajakan untuk menjaga persahabatan historis kedua negara.
Sikap ini mencerminkan wajah baru diplomasi Indonesia: tegas dalam prinsip, tetapi tetap membuka pintu dialog.
Diplomasi Personal: Bukan Sekadar Teks Pidato
Salah satu ciri paling menonjol dari Prabowo adalah diplomasi personalnya. Ia tidak hanya bergantung pada teks pidato atau protokol, melainkan membangun chemistry langsung dengan para pemimpin dunia.
Di forum ASEAN, ia menegaskan bahwa persatuan kawasan adalah benteng terakhir menghadapi intervensi asing. Pesan ini disampaikan tidak dengan bahasa normatif, melainkan dengan gaya komunikasi sederhana namun penuh keyakinan.
Di perbatasan Timor Leste, Prabowo secara terbuka menekankan bahwa persahabatan historis harus tetap dijaga. Namun ia juga tidak ragu menegaskan garis merah: kedaulatan Indonesia tak bisa ditawar jika menyangkut rakyat dan tanah air Indonesia jangan pernah coba ganggu gugat.
Di forum PBB, pidatonya menyuarakan pentingnya keseimbangan global. Ia menolak hegemoni negara besar, namun tetap mengedepankan kerja sama internasional yang saling menghormati.
Model ini menjadikan Indonesia tampil sebagai mediator alami. Bahkan dalam krisis Myanmar, Jakarta di bawah Prabowo mampu memainkan peran menenangkan, memberi ruang bagi ASEAN untuk tetap relevan di tengah persaingan Amerika Serikat dan China.
Tegas tapi Tetap Respect
Salah satu kekuatan Prabowo adalah kemampuannya menjaga keseimbangan antara ketegasan dan respek.
Contoh jelas terlihat dalam hubungan dengan Australia. Meski negara itu absen dalam pelantikan Prabowo, ia tidak menutup pintu komunikasi. Sebaliknya, ia memainkan “kartu Rusia” dengan membuka peluang kerja sama peluncuran satelit di Biak. Langkah ini tidak hanya memperluas opsi strategis Indonesia, tetapi juga mengirim pesan kuat: Jakarta punya banyak pilihan, dan tidak bisa ditekan satu pihak saja.
Respon Negara-Negara Besar
Langkah Indonesia di bawah Prabowo membuat berbagai kekuatan global harus merekalkulasi sikap mereka:
Amerika Serikat semakin waspada dengan kedekatan Indonesia–Rusia, terutama terkait proyek teknologi dan pertahanan.
China berhitung ulang setelah Jakarta mempertegas sikap di Laut Cina Selatan.
Rusia melihat peluang besar memperluas pengaruh di Asia Tenggara melalui kerja sama strategis dengan Indonesia.
Inggris dan Prancis mulai memantau lebih serius dinamika di Jakarta, sambil membuka peluang kerja sama di bidang pertahanan.
Australia menghadapi tantangan diplomasi baru, setelah hubungan awal diwarnai jarak simbolik.
Dari Penonton Menjadi Penentu
Bagi banyak pengamat, gaya diplomasi Prabowo menandai babak baru peran Indonesia:
Tidak inferior, meski berhadapan dengan kekuatan besar.
Tidak pasif, berani memberi peringatan keras demi melindungi kepentingan nasional.
Tidak kaku, justru lentur dan mampu menjembatani konflik antarnegara.
Dengan karakter ini, Indonesia kini bukan lagi sekadar penerima investasi atau sekadar penonton dalam percaturan geopolitik. Indonesia telah naik kelas sebagai penentu jalur strategis global.
Dari Laut Cina Selatan hingga Sidang Umum PBB, diplomasi Indonesia di era Prabowo berpotensi menggeser peta kekuatan dunia. Dunia pun, perlahan tapi pasti, mulai merekalkulasi kehadiran Indonesia di bawah kepemimpinan barunya.