Jakarta – Publik dunia dikejutkan dengan laporan bahwa sejumlah layanan peta digital milik raksasa teknologi Tiongkok, seperti Baidu Maps dan Amap (anak usaha Alibaba), tidak lagi menampilkan nama negara “Israel” pada platform mereka. Kondisi ini memicu spekulasi bahwa China sengaja menghapus Israel dari peta sebagai bentuk dukungan politik terhadap Palestina, di tengah memanasnya konflik Israel–Hamas.
Menurut laporan The Wall Street Journal, pengguna internet di China menemukan bahwa wilayah Israel tetap digambarkan dengan batas jelas, kota-kotanya tetap ada, tetapi nama “Israel” tidak tercantum. Hal yang sama juga dilaporkan pada Amap, di mana label negara tidak ditampilkan, sementara “Palestina” juga tidak selalu terlihat.
Fenomena ini dengan cepat memicu tudingan bahwa Beijing mengambil langkah politik terselubung. Beberapa media Barat menafsirkan bahwa langkah itu bertepatan dengan sikap China di forum internasional yang mendukung gencatan senjata di Gaza.
Namun, pemerintah China membantah tuduhan tersebut. Kementerian Luar Negeri China menegaskan bahwa peta resmi negara tetap mencantumkan Israel secara utuh. Pihak Baidu dan Alibaba juga mengeluarkan klarifikasi, menyatakan bahwa penghilangan nama “Israel” bukanlah kebijakan politik, melainkan masalah teknis terkait keterbatasan ruang tampilan pada level zoom tertentu. “Nama negara yang relatif kecil bisa tidak terlihat pada view jauh agar peta tetap terbaca,” kata perwakilan perusahaan.
Kendati begitu, isu ini tetap memicu reaksi beragam di dunia maya. Sebagian netizen menilai alasan teknis tidak meyakinkan, mengingat sensitivitas geopolitik yang sedang berlangsung. Sementara itu, pakar hubungan internasional menilai bahwa meski tidak ada bukti adanya instruksi resmi, persepsi publik tetap mengaitkan langkah itu dengan sikap politik Beijing yang lebih dekat dengan dunia Arab dan Palestina.
Hingga kini, belum ada bukti bahwa China secara resmi mengganti Israel dengan Palestina di peta digitalnya. Namun, absennya nama Israel di aplikasi populer milik perusahaan Tiongkok telah cukup menimbulkan spekulasi global. Kasus ini menunjukkan betapa sebuah detail teknis dalam layanan digital bisa memantik isu politik internasional yang sensitif.