Pekanbaru – Gubernur Riau Abdul Wahid resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 100.3.3.1/1606/SETDA/2025 pada 25 September 2025. Edaran tersebut menegaskan larangan bagi seluruh pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk meminta atau menerima pungutan maupun pemberian dalam bentuk apa pun yang berkaitan dengan jabatan.
Landasan Hukum
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang pencegahan korupsi dan gratifikasi. Selain itu, kebijakan ini juga berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, yang menegaskan pentingnya pencegahan praktik korupsi dalam birokrasi.
Komitmen Tegas
Dalam keterangannya, Gubernur Abdul Wahid menegaskan tidak ada toleransi bagi ASN yang melanggar aturan tersebut. “Siapa pun yang terbukti melakukan pungutan liar atau menerima gratifikasi akan dikenakan sanksi tegas sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya.
Pemprov Riau juga berkomitmen memperkuat sistem pengawasan internal dan mempercepat pelaporan dugaan gratifikasi kepada KPK agar kasus serupa tidak berulang.
Tujuan Utama
SE ini diterbitkan dengan tujuan membangun birokrasi yang bersih dan berintegritas di Provinsi Riau. Selain itu, kebijakan tersebut diharapkan mampu:
Menjamin pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.
Menghapus praktik “uang pelicin” dalam birokrasi.
Memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat.
Respon Publik
Sejumlah pegiat antikorupsi menyambut baik langkah ini. Mereka menilai kebijakan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa Pemprov Riau serius dalam menciptakan pemerintahan yang bebas dari praktik gratifikasi. Namun, mereka juga menekankan pentingnya pengawasan dan mekanisme pelaporan yang jelas agar kebijakan tidak hanya berhenti di atas kertas.