Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Inpres Nomor 1 Tahun 2025 Resmi Diterbitkan, Menkeu Jelaskan

Jakarta, 22 Januari 2025 — Presiden Prabowo Subianto resmi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi besar-besaran dalam belanja negara...
HomeBusinessBooming KPR Akhir Tahun: Pertumbuhan 60% atau Ancaman Bubble Baru?

Booming KPR Akhir Tahun: Pertumbuhan 60% atau Ancaman Bubble Baru?

Jakarta – Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) diproyeksikan melonjak hingga 60 persen pada kuartal terakhir 2025 dibandingkan periode Januari–September. Real Estate Indonesia (REI) menyebut lonjakan ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang menempatkan dana Rp200 triliun di bank-bank BUMN.

Ketua Umum REI menilai penempatan dana tersebut membuat biaya dana perbankan turun, sehingga persetujuan KPR menjadi lebih longgar. “Likuiditas perbankan membaik, bank lebih aktif menyalurkan kredit untuk mendorong penjualan rumah,” ujarnya.

Meski demikian, data menunjukkan tingkat persetujuan KPR masih rendah, hanya berkisar 30–35 persen. Padahal, permintaan rumah dinilai tinggi. Ketatnya standar kredit perbankan membuat banyak pengajuan KPR ditolak.

REI menargetkan penjualan hingga satu juta unit rumah dapat tercapai pada akhir tahun, seiring peningkatan penyaluran kredit. Target ini dipandang ambisius mengingat tren sebelumnya menunjukkan perlambatan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan tahunan penyaluran KPR melambat dari 13,7 persen pada Juni 2024 menjadi 9,9 persen pada Maret 2025.

Ekonom menilai dorongan likuiditas pemerintah berpotensi memberi efek positif jangka pendek pada sektor properti, konstruksi, dan industri turunannya. Namun, mereka mengingatkan adanya risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) jika standar persetujuan KPR terlalu dilonggarkan.

“Stimulus likuiditas memang bisa mendorong penyaluran KPR, tapi tanpa perbaikan daya beli masyarakat, risiko kredit macet tetap tinggi,” kata seorang ekonom.

Dengan demikian, lonjakan KPR di ujung 2025 bisa menjadi momentum pertumbuhan ekonomi, namun tetap dibayangi potensi kerentanan sistem keuangan jika ekspansi kredit tidak diimbangi kehati-hatian.

Kebijakan ini terlihat seperti stimulus kredit berbasis supply likuiditas, bukan perbaikan daya beli fundamental masyarakat. Bisa menciptakan ledakan pertumbuhan jangka pendek (60% KPR), tapi risiko sistemik tetap tinggi jika approval rate dipaksakan naik tanpa screening ketat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here