Jakarta — Anggota DPR RI Nurdin Halid menegaskan bahwa kebijakan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui mekanisme satu pintu tidak bisa dikategorikan sebagai monopoli. Menurutnya, mekanisme tersebut lebih tepat disebut sebagai bentuk monopsoni, di mana hanya ada satu pembeli tunggal yang ditunjuk negara untuk melakukan transaksi impor dengan pemasok luar negeri.
Efisiensi dalam Tata Niaga
Nurdin menjelaskan, mekanisme satu pintu memungkinkan pemerintah mengendalikan arus impor BBM secara lebih terukur. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pasokan, mengingat kebutuhan energi nasional yang terus meningkat.
“Kalau ada satu pintu, itu bukan monopoli, tapi upaya efisiensi. Pemerintah bisa memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan baik,” ujarnya.
Monopoli vs Monopsoni
Dalam konteks ekonomi, monopoli terjadi ketika hanya ada satu penjual yang menguasai pasar. Sementara monopsoni adalah situasi di mana hanya ada satu pembeli yang menguasai akses terhadap pemasok.
Dengan kebijakan satu pintu, pemerintah melalui entitas yang ditunjuk—umumnya Pertamina—berperan sebagai pembeli tunggal (single buyer). Hal ini berarti pemasok BBM dari luar negeri hanya bisa menjual kepada pihak yang ditetapkan pemerintah, bukan langsung ke pelaku usaha lain di Indonesia.
Kritik dan Kekhawatiran
Meski tujuannya efisiensi, sejumlah pengamat menilai monopsoni impor BBM tetap menyimpan risiko. Ekonom energi menekankan bahwa sentralisasi pembelian bisa memunculkan inefisiensi dan rente ekonomi bila tidak diawasi secara ketat.
Di sisi lain, LSM lingkungan menyoroti bahwa fokus pada impor BBM, baik monopoli maupun monopsoni, seharusnya tidak mengabaikan agenda transisi energi menuju sumber yang lebih berkelanjutan.
Dorongan untuk Transparansi
Nurdin sendiri menegaskan pentingnya transparansi agar kebijakan ini tidak menimbulkan persepsi negatif. Ia mendorong pemerintah untuk membuka data impor secara berkala, termasuk volume, asal negara, dan mekanisme distribusi.
“Selama ada keterbukaan informasi, masyarakat tidak perlu khawatir. Yang penting, kepentingan rakyat dilindungi,” ujarnya.