Jakarta, 2025 — Presiden Prabowo Subianto membentuk Komite Reformasi Polri sebagai langkah strategis untuk mendorong institusi kepolisian lebih profesional, transparan, dan bebas dari intervensi politik maupun kepentingan ekonomi. Inisiatif ini muncul di tengah catatan panjang praktik penegakan hukum Polri yang kerap menuai kritik dari masyarakat, lembaga HAM, dan organisasi sipil.
Statistik Pelanggaran Hukum Polri (2014–2024)
1. Aduan ke Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat Polri selalu menjadi institusi yang paling banyak diadukan terkait pelanggaran HAM. Pada 2023, dari total 2.753 aduan, 771 kasus melibatkan personel Polri. Tren ini menunjukkan konsistensi Polri sebagai lembaga yang paling banyak dilaporkan sejak 1993
2. Kasus Kekerasan dan Penyalahgunaan Wewenang
Data KontraS mencatat, dari Juli 2024 hingga Juni 2025, terdapat 602 peristiwa kekerasan oleh Polri, termasuk 411 penembakan, 38 penyiksaan (86 korban, 10 tewas, 76 luka), dan 37 pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) yang menewaskan 40 orang.
3. Pelanggaran Kode Etik dan Disiplin
Menurut Databoks, pada 2021 terjadi 1.305 pelanggaran kode etik, 2.621 pelanggaran disiplin, dan 1.024 pelanggaran pidana oleh personel Polri. Kasus kematian Brigadir J menjadi sorotan utama, dengan 31 personel diduga melanggar kode etik, empat di antaranya dijadikan tersangka.
4. Pelanggaran HAM dalam Konflik Sosial dan Politik
Periode 2019–2024 mencatat 52 kasus kekerasan Polri dalam konflik sumber daya alam, 35 pembunuhan di luar hukum, dan 89 peristiwa pelanggaran kebebasan sipil, termasuk 42 pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan 46 penangkapan sewenang-wenang.
Implikasi Praktik Penegakan Hukum yang Tidak Benar
Kehilangan Kepercayaan Publik
Tingkat kepercayaan publik terhadap Polri fluktuatif. Meski pada 2021 mencapai 80,2%, insiden pelanggaran HAM berulang dapat menurunkan legitimasi institusi
Tantangan Reformasi Polri
Praktik penyalahgunaan wewenang menunjukkan bahwa reformasi menyeluruh diperlukan. Komite Reformasi Polri diharapkan mendorong profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas.
Risiko Terhadap Stabilitas Sosial dan Politik
Pelanggaran HAM bisa memicu ketegangan sosial. Contohnya, insiden kekerasan terhadap pelajar di Sumatra Barat pada Juni 2024 yang menewaskan seorang siswa berusia 13 tahun, memicu protes dan kecaman dari masyarakat serta lembaga HAM (Reuters).
Strategi Reformasi Polri
Berdasarkan analisa tata kelola keamanan dan praktik kepolisian, beberapa langkah strategis direkomendasikan:
1. Penguatan Independensi & Akuntabilitas
Bentuk badan pengawas independen, audit internal dan eksternal.
Indikator: Temuan audit ditindaklanjuti, intervensi politik berkurang.
Risiko: Resistensi internal, tekanan politik.
2. Digitalisasi Proses Penegakan Hukum
Integrasi sistem e-justice, bukti digital, pelacakan kasus online.
Indikator: Semua kasus tercatat digital; publik bisa memantau progres penyidikan.
Risiko: Serangan siber, kapasitas SDM terbatas.
3. Perekrutan & Promosi Berbasis Merit
Seleksi kompetensi, evaluasi profesional, rotasi personel sensitif.
Indikator: Promosi berbasis merit >80%; laporan konflik kepentingan menurun.
Risiko: Nepotisme terselubung, resistensi senior officer.
4. Pelatihan Integritas & Budaya Profesional
Program pendidikan HAM, etika, dan kode etik tegas.
Indikator: Pelanggaran kode etik menurun, survei internal menunjukkan peningkatan kesadaran integritas.
Risiko: Budaya lama masih dominan.
5. Transparansi Anggaran & Kegiatan
Publikasi anggaran operasional dan keputusan strategis secara terbuka.
Indikator: Laporan keuangan tersedia online; audit publik rutin.
Risiko: Manipulasi data.
6. Keterlibatan Masyarakat Sipil
Forum konsultasi rutin, mekanisme whistleblower, pengaduan publik transparan.
Indikator: Pengaduan ditindaklanjuti; kepuasan publik meningkat.
Risiko: Serangan balik terhadap pelapor.
7. Penegakan Hukum Internal
Investigasi kasus suap, kolusi, intervensi politik; audit forensik digital.
Indikator: Kasus internal ditindak; personel dihukum sesuai prosedur.
Risiko: Penolakan internal, intimidasi auditor.
💡 Catatan: Reformasi Polri harus dijalankan simultan dan sistemik, karena perubahan budaya organisasi lebih penting daripada sekadar aturan baru.
Praktik penegakan hukum Polri dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan urgensi reformasi menyeluruh. Komite Reformasi Polri harus ditindaklanjuti dengan langkah konkret: independensi, digitalisasi, meritokrasi, transparansi, dan keterlibatan masyarakat sipil, agar Polri benar-benar menjadi institusi yang profesional, adil, dan melindungi masyarakat.
Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat mengakses situs resmi Komnas HAM dan KontraS mengenai kasus pelanggaran Polri.