Bagram Air Base: Simbol Strategis dan Bayangan Geopolitik Baru di Asia Tengah
Pangkalan Udara Bagram di Afghanistan kembali menjadi sorotan setelah mantan Presiden Donald Trump memperingatkan rencana pengembalian kendali pangkalan itu kepada Amerika Serikat. Peringatan tersebut bukan sekadar retorika politik, melainkan cermin dari pertarungan geopolitik global yang semakin tajam di Asia Tengah.
Selama dua dekade, Bagram berfungsi sebagai pusat operasi militer AS dalam perang melawan Taliban dan Al-Qaeda. Penarikan pasukan Amerika pada 2021, yang berakhir dengan jatuhnya Kabul ke tangan Taliban, menandai akhir babak panjang kehadiran militer AS di Afghanistan. Namun, posisi strategis Bagram membuatnya tak pernah benar-benar hilang dari kalkulasi geopolitik.
Artikel ini membahas arti penting Bagram, potensi kebangkitannya dalam strategi AS, serta implikasinya terhadap rivalitas global melibatkan Rusia, Tiongkok, dan Iran.
Bagram: Letak Strategis di Jantung Asia Tengah
Secara geografis, Bagram terletak sekitar 50 kilometer di utara Kabul. Pangkalan ini memiliki landasan pacu ganda yang mampu menampung pesawat tempur hingga pesawat angkut besar, menjadikannya salah satu instalasi militer paling vital yang pernah dimiliki Amerika di luar negeri.
Nilai strategisnya terletak pada faktor geografi:
Dekat Tiongkok: Bagram hanya berjarak sekitar 600 kilometer dari perbatasan Tiongkok, terutama kawasan Xinjiang yang sensitif bagi Beijing.
Dekat Iran: Jarak Bagram ke Teheran relatif singkat, memberi AS titik tekan potensial terhadap Iran.
Dekat Asia Tengah & Rusia: Afghanistan berbatasan dengan negara-negara bekas Uni Soviet yang masih berada dalam lingkaran pengaruh Rusia.
Dengan posisi seperti itu, Bagram bukan sekadar pangkalan militer. Ia adalah mata dan telinga di jantung Eurasia—wilayah yang dalam teori geopolitik klasik Mackinder disebut sebagai “Heartland,” kunci bagi dominasi global.
Baca juga : https://beritaindonesia.news/2025/09/20/ancaman-perang-dunia-iii-dunia-di-persimpangan-sejara
Arti Penting bagi Strategi Amerika Serikat
Counter-Terrorism (Kontra-Terorisme)
Setelah serangan 9/11, Bagram menjadi pusat operasi anti-terorisme. Kembalinya kendali atas pangkalan itu akan memperkuat kemampuan AS melacak jaringan teroris lintas batas, baik di Afghanistan, Pakistan, maupun Asia Tengah.Pengawasan terhadap Tiongkok
Washington semakin memandang Tiongkok sebagai rival strategis utama. Dari Bagram, AS dapat memantau aktivitas militer Beijing di Xinjiang, Tibet, bahkan jalur darat dari Belt and Road Initiative (BRI).Menekan Iran
Bagram memungkinkan AS menjaga kehadiran militer di dekat Iran. Hal ini penting di tengah ketegangan terkait program nuklir Iran dan pengaruhnya di Timur Tengah.Keseimbangan Kekuatan di Asia Tengah
Kehadiran kembali AS di Afghanistan akan mengganggu dominasi Rusia di kawasan ini. Moskow menganggap Asia Tengah sebagai “halaman belakang” yang tak boleh lepas dari pengaruhnya.
Rivalitas Global: Rusia, Tiongkok, dan Iran
1. Rusia: Trauma Afghanistan dan Perebutan Pengaruh
Rusia, pewaris Uni Soviet, memiliki sejarah pahit di Afghanistan setelah invasi pada 1979 yang berakhir dengan kekalahan. Bagi Moskow, kembalinya AS ke Bagram berarti ancaman langsung terhadap pengaruhnya di Asia Tengah.
Rusia selama ini membangun Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) sebagai perisai militer di kawasan. Kehadiran AS di Bagram berpotensi memicu reaksi defensif, termasuk peningkatan pengerahan pasukan di Tajikistan atau Kyrgyzstan.
2. Tiongkok: Xinjiang sebagai Titik Sensitif
Bagi Tiongkok, keberadaan militer AS di Bagram adalah ancaman terhadap stabilitas internal. Xinjiang, yang berbatasan langsung dengan Afghanistan, menjadi pusat kekhawatiran Beijing terkait separatisme Uighur.
Selain itu, Bagram berpotensi mengganggu jalur darat Belt and Road Initiative yang melewati Asia Tengah menuju Eropa. Dengan demikian, Beijing akan menolak keras setiap upaya AS untuk menguasai kembali Bagram.
3. Iran: Tekanan dari Timur
Iran sudah menghadapi tekanan AS di Teluk Persia. Jika Washington kembali menempatkan pasukan di Bagram, Teheran akan merasa terjepit dari dua arah: barat (basis AS di Teluk) dan timur (Afghanistan).
Hal ini dapat mempercepat upaya Iran memperkuat hubungan strategis dengan Rusia dan Tiongkok sebagai penyeimbang.
Politik Dalam Negeri Afghanistan
Bagi pemerintah Afghanistan di bawah Taliban, isu Bagram sangat sensitif. Di satu sisi, Taliban ingin menunjukkan bahwa mereka berdaulat penuh dan tidak tunduk pada Washington. Di sisi lain, Afghanistan masih menghadapi ancaman kelompok teroris seperti ISIS-K, yang juga menjadi momok bagi AS dan sekutunya.
Jika Taliban mempertimbangkan kembali kerja sama dengan AS terkait Bagram, mereka harus berhitung: apakah lebih menguntungkan membuka pintu bagi Amerika, atau tetap menjaga hubungan erat dengan Tiongkok, Rusia, dan Iran.
Risiko Eskalasi Global
Rencana pengembalian Bagram ke tangan AS berpotensi memicu eskalasi geopolitik berlapis:
Rusia mungkin merespons dengan memperkuat militer di Asia Tengah.
Tiongkok bisa memperketat kontrol di Xinjiang dan meningkatkan tekanan diplomatik pada Kabul.
Iran berpotensi menggunakan proksi militernya di kawasan untuk melemahkan posisi AS.
Dengan demikian, Bagram bukan sekadar pangkalan militer—ia bisa menjadi titik nyala konflik multipolar di abad ke-21.
Trump Peringatkan Afghanistan soal Pengembalian Pangkalan Bagram ke Kendali AS
Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperingatkan Afghanistan terkait rencana pengembalian Pangkalan Udara Bagram ke kendali militer AS. Trump menilai langkah tersebut memiliki konsekuensi strategis besar, baik bagi keamanan regional maupun kepentingan Amerika di Asia Tengah.
Pangkalan Bagram, yang selama dua dekade menjadi pusat operasi militer AS di Afghanistan, ditinggalkan pada 2021 saat penarikan pasukan AS. Kini, wacana untuk mengaktifkan kembali fasilitas itu memicu perdebatan politik di Washington.
Trump menegaskan bahwa Bagram tidak boleh jatuh ke tangan kekuatan musuh, terutama mengingat posisinya yang strategis dekat dengan perbatasan Tiongkok dan Iran. Ia menilai kembalinya kendali AS atas pangkalan tersebut akan memperkuat posisi Amerika dalam menghadapi ancaman terorisme serta persaingan geopolitik global.
Meski demikian, pemerintah Afghanistan menegaskan bahwa setiap keputusan terkait Bagram harus mempertimbangkan kedaulatan negara serta stabilitas kawasan.
Pengamat menilai, peringatan Trump ini mencerminkan semakin tajamnya rivalitas geopolitik di kawasan Asia Tengah, khususnya terkait pengaruh AS, Rusia, dan Tiongkok.
Kesimpulan
Peringatan Donald Trump terkait pengembalian Pangkalan Udara Bagram ke kendali AS mencerminkan signifikansi pangkalan itu dalam peta geopolitik global. Dari sudut pandang Washington, Bagram adalah aset strategis untuk mengawasi Tiongkok, menekan Iran, dan mengimbangi pengaruh Rusia.
Namun, bagi Moskow, Beijing, dan Teheran, kembalinya AS ke Bagram merupakan ancaman langsung yang tak bisa diabaikan. Afghanistan sendiri menghadapi dilema sulit: menjaga kedaulatan atau terseret dalam rivalitas kekuatan besar.
Pada akhirnya, Bagram adalah simbol. Ia bukan hanya pangkalan udara, melainkan cermin persaingan global yang semakin mendekati titik didih. Apakah dunia akan menyaksikan lahirnya babak baru perang besar dari jantung Asia Tengah? Jawabannya masih bergantung pada pilihan diplomasi atau kegagalannya.