Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Kasus Korupsi Kredit Bank Sumut Rp1,2 Miliar Segera Disidangkan

Medan | Kasus dugaan korupsi penyaluran kredit di PT Bank Sumut Cabang Pembantu (KCP) Melati, Medan, memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati...
HomeHukumSkandal Kuota Haji: Jejak Korupsi, Jaringan Elite, dan Derita Jamaah

Skandal Kuota Haji: Jejak Korupsi, Jaringan Elite, dan Derita Jamaah

Jakarta — Kasus dugaan korupsi kuota haji kembali menyeruak setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menelusuri aliran dana yang diduga melibatkan pejabat Kementerian Agama, pengusaha travel, serta pihak-pihak terkait lainnya. Skandal ini menimbulkan kegaduhan publik lantaran menyangkut ibadah suci umat Islam dan menyentuh kepercayaan jamaah.

Kritik Publik yang Menguat

Dalam sebuah rekaman yang beredar, tokoh masyarakat H. Arif menyampaikan kritik keras terkait praktik dugaan jual-beli kuota haji. Ia menilai kasus ini bukan sekadar persoalan keuangan, melainkan “tiket neraka” bagi para pelaku, karena menyangkut hak umat sebagai tamu Allah. Narasinya emosional, menyerupai suara aktivis dan opini publik, ketimbang laporan resmi.

Aktor yang Disebut

Sejumlah nama dan institusi ikut disorot dalam kasus ini. Pusat kebijakan haji, yakni Kementerian Agama, menjadi sorotan utama.

  • Nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas disebut dalam kritik publik, meski hingga kini belum ada status hukum jelas.

  • Staf khusus menteri, Iswah Abid Aziz, dituding berperan sebagai “aktor lapangan” dalam mengatur kuota.

  • Nama pengusaha travel besar, Fuad Hasan Masur—yang juga mertua Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo—masuk dalam pusaran dugaan jaringan bisnis haji.

  • Bahkan, ustaz kondang Khalid Basalamah pernah bersuara karena sempat dimintai “uang percepatan” untuk keberangkatan haji khusus. Menurut informasi, uang itu kemudian dikembalikan dan dilaporkan ke KPK.

Polanya menunjukkan adanya hubungan erat antara pejabat, pengusaha travel, dan perantara (middleman) dalam pengelolaan kuota haji.

Modus yang Dipakai

Berdasarkan informasi yang dihimpun, modus utama adalah manipulasi kuota haji tambahan. Kuota yang seharusnya digunakan untuk mengurangi masa tunggu jamaah haji reguler justru dialihkan ke haji khusus, yang berbiaya lebih mahal.

Selain itu, muncul praktik “setoran percepatan”, di mana calon jamaah haji diminta membayar antara USD 2.400 hingga USD 7.000 per orang agar bisa berangkat lebih cepat. Dana tersebut kemudian dialirkan ke berbagai aset, mulai dari properti, kendaraan, hingga rekening tertentu—salah satunya berfungsi sebagai “juru simpan uang” dari setoran ilegal itu.

Kerugian dan Dampak

KPK memperkirakan kerugian mencapai triliunan rupiah. Namun dampak sosial dan moral jauh lebih besar.

  • Masyarakat miskin yang mendaftar haji reguler harus antre lebih lama, sementara orang berduit bisa melesat lewat jalur khusus.

  • Kepercayaan publik terhadap pemerintah, khususnya Kementerian Agama, tergerus tajam.

  • Karena menyangkut ibadah, skandal ini dipandang publik sebagai salah satu bentuk korupsi paling “jahat secara moral.”

Aset yang Disita KPK

Dalam perkembangannya, KPK telah menyita sejumlah aset terkait perkara ini, antara lain:

  • Sebuah rumah mewah senilai Rp 6,5 miliar.

  • Empat unit mobil.

  • Uang tunai sebesar USD 1,6 juta.

  • Tanah dan bangunan lainnya yang diduga hasil pencucian uang.

Retorika dan Tekanan Moral

Transkrip kritik publik yang beredar memperlihatkan pola retorika yang sarat emosi. Ada framing moral, dengan menyebut para pelaku sedang mengantongi “tiket neraka”. Ada pula justifikasi religius, menekankan bahwa haji adalah tamu Allah yang haknya tidak boleh dirampas. Sementara kecurigaan politik diarahkan ke lingkaran elite: pejabat, staf kementerian, hingga pengusaha travel.

Namun dari sudut pandang jurnalisme investigasi, pernyataan-pernyataan itu masih butuh verifikasi data dan konfirmasi langsung dari pihak-pihak yang disebut.

Kesimpulan

Skandal kuota haji ini memperlihatkan gabungan antara korupsi birokrasi dan bisnis travel. KPK sudah bergerak dengan menyita aset dan memanggil sejumlah pihak, namun tekanan publik kian besar agar lembaga antirasuah tidak tebang pilih dan mengusut tuntas.

Kasus ini bukan hanya menyangkut uang, melainkan juga menyangkut hak jamaah haji serta kredibilitas negara dalam mengelola ibadah paling sakral umat Islam.


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here