Washington, AS — Federal Reserve (The Fed) membuka rapat kebijakan bulan September pada Selasa (16/9) di tengah sorotan tajam mengenai independensinya. Pasar keuangan global memprediksi bank sentral akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, namun tekanan politik dari Presiden Donald Trump menambah ketidakpastian.
Trump secara terbuka menuntut pemangkasan suku bunga yang lebih dalam, sementara pengangkatan Stephen Miran—mantan penasihat ekonomi Gedung Putih—ke dalam Dewan Gubernur The Fed dinilai memperkuat pengaruh politik terhadap lembaga tersebut.
Dalam perkembangan lain, seorang hakim federal menolak upaya pemecatan Gubernur Lisa Cook, yang memastikan ia tetap berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini menambah kompleksitas dinamika internal The Fed menjelang pengumuman kebijakan.
Investor global kini menunggu hasil rapat dua hari tersebut yang akan diumumkan pada Rabu (17/9) waktu setempat. Keputusan The Fed diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap arah suku bunga, pergerakan dolar AS, serta stabilitas pasar modal dunia.
The Fed, Tekanan Politik, dan Bayangan Deep State
1. Deep State: Siapa dan Apa Kepentingannya?
Istilah deep state merujuk pada jaringan kekuasaan non-formal yang terdiri dari elit politik, korporasi keuangan besar (Wall Street, bank investasi global), dan lembaga intelijen yang memiliki pengaruh terhadap arah kebijakan negara. Dalam konteks The Fed, kelompok ini mengutamakan:
Stabilitas dolar AS sebagai mata uang global.
Perlindungan kepentingan perbankan dan pasar keuangan internasional.
Menghindari guncangan besar yang bisa melemahkan dominasi ekonomi AS.
2. Pertarungan Tiga Arah
Donald Trump & sayap politik → menginginkan pemangkasan suku bunga agresif demi pertumbuhan jangka pendek dan elektabilitas.
Jerome Powell & teknokrat The Fed → berusaha menjaga kredibilitas serta independensi kebijakan moneter.
Deep state (Wall Street, elit finansial, intelijen ekonomi) → mendorong stabilitas jangka panjang agar dolar tetap kuat sebagai mata uang cadangan dunia.
3. Konflik Kepentingan di Balik Rapat
Jika suku bunga dipotong terlalu dalam, risiko inflasi kembali menguat, melemahkan dolar, dan merugikan kepentingan deep state.
Jika terlalu kecil, Trump akan menyerang The Fed, menekan kepercayaan publik, dan melemahkan citra AS.
Deep state kemungkinan mendorong kompromi: pemangkasan moderat yang menjaga stabilitas pasar, sembari mengisolasi dampak politik Trump.
4. Skenario Hasil Rapat
25 bps (basis poin): Pilihan “aman” yang sesuai dengan konsensus pasar, menguntungkan deep state.
50 bps atau lebih: Tunduk pada Trump, tapi berisiko jangka panjang bagi dolar.
Tanpa pemangkasan: Hampir mustahil, karena pasar bisa terguncang hebat.
5. Pesan Tersembunyi untuk Dunia
Rapat kali ini bukan hanya soal kebijakan suku bunga, tetapi juga pertunjukan kekuatan antara Trump, Powell, dan deep state. Investor global membaca sinyal: apakah dolar AS masih “dikendalikan pasar”, atau sudah menjadi alat politik semata.
Analisa Belakang Layar
1. Independensi yang Mulai Terguncang
Secara tradisional, The Fed dikenal sebagai bank sentral paling independen di dunia. Namun, tekanan langsung dari Presiden Donald Trump untuk memangkas suku bunga lebih besar dari ekspektasi pasar menimbulkan tanda tanya.
Stephen Miran, penasihat ekonomi Trump yang baru masuk Dewan Gubernur, dipandang sebagai “mata dan telinga Gedung Putih” di dalam tubuh The Fed.
Hal ini memunculkan persepsi bahwa keputusan moneter AS tidak lagi murni teknokratis, melainkan sarat muatan politik menjelang pemilu.
2. Pertarungan Internal di The Fed
Hakim federal yang memblokir pemecatan Gubernur Lisa Cook memperlihatkan adanya friksi internal.
Keikutsertaan Cook, yang dikenal lebih dovish (pro suku bunga rendah), bisa menambah warna dalam voting kebijakan.
Namun, keberadaannya juga menjadi simbol bahwa independensi The Fed masih punya ruang perlawanan terhadap intervensi politik.
3. Dilema Jerome Powell
Ketua The Fed Jerome Powell berada di posisi sulit:
Jika menurunkan suku bunga terlalu kecil (25 bps sesuai ekspektasi pasar), ia berisiko berhadapan dengan Gedung Putih.
Jika terlalu besar (50 bps atau lebih), Powell bisa dicap tunduk pada tekanan politik.
Powell juga harus menjaga kredibilitas The Fed di mata investor global, agar pasar tidak melihat AS sebagai negara dengan bank sentral yang bisa “dikendalikan presiden”.
4. Dampak ke Pasar Global
Pasar saham Asia dan Eropa sudah reli lebih dulu karena mengantisipasi pelonggaran moneter.
Dolar AS melemah tajam, emas menembus rekor, dan harga minyak ikut menguat.
Jika keputusan Fed mengecewakan pasar (misalnya hanya memberi sinyal pelonggaran terbatas), volatilitas tajam bisa terjadi di forex, saham, dan obligasi.
5. Implikasi ke Indonesia
Rupiah bisa diuntungkan bila dolar AS terus melemah.
IHSG berpotensi menguat, terutama di sektor perbankan dan teknologi, karena prospek likuiditas global yang lebih longgar.
Namun, jika independensi The Fed benar-benar goyah, risiko jangka panjang berupa ketidakpastian kebijakan AS bisa menciptakan gejolak arus modal di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Rapat The Fed kali ini bukan sekadar soal berapa besar suku bunga dipangkas, tapi juga ujian besar atas independensi bank sentral AS. Dunia tengah menyaksikan apakah The Fed tetap teguh pada mandat ekonominya, atau perlahan bergeser menjadi instrumen politik Gedung Putih.
Deep state kemungkinan besar akan memastikan The Fed tetap menjaga stabilitas, meskipun secara formal Powell berada di bawah tekanan Trump. Inilah sebabnya rapat The Fed September dipandang sebagai “tes stres” bukan hanya bagi kebijakan moneter, tetapi juga bagi citra sistem demokrasi ekonomi AS di mata dunia.