Medan – Polemik tunjangan rumah dinas anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara kembali mencuat ke permukaan. Publik mempertanyakan kewajaran besaran tunjangan yang mencapai Rp40 juta per bulan untuk setiap anggota dewan.
Besarnya nilai tunjangan itu pertama kali terungkap dalam dokumen Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut yang mengatur tentang fasilitas rumah dinas DPRD. Angka tersebut langsung menuai sorotan karena dianggap tidak sejalan dengan kondisi ekonomi masyarakat, apalagi di tengah isu keterbatasan anggaran daerah.
Latar Belakang Penetapan Tunjangan
Tunjangan rumah DPRD Sumut ditetapkan melalui mekanisme appraisal dan kesepakatan antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama tim appraisal yang dibentuk DPRD. Hasil kajian kemudian dituangkan dalam Pergub yang disahkan oleh Gubernur.
Dengan dasar itu, eksekutif dan legislatif sama-sama memiliki peran dalam penentuan angka Rp40 juta. Namun, fakta bahwa angka tersebut jauh di atas rata-rata tunjangan rumah DPRD di daerah lain membuat masyarakat menilai adanya kejanggalan.
Respons Gubernur Bobby Nasution
Menjawab kritik publik, Gubernur Sumut Bobby Nasution menyatakan siap melakukan revisi terhadap Pergub tersebut. Namun, ia menegaskan perubahan hanya bisa dilakukan apabila DPRD juga sepakat.
“Kalau ditanya apakah bisa diubah (Pergubnya), ya kami mau saja mengubah, kalau memang tim appraisal dari DPRD Sumut sama-sama sepakat. Kalau kami ubah sendiri, marah nanti (mereka),” kata Bobby di Kantor Gubernur Sumut, Selasa (9/9/2025).
Menurut Bobby, angka Rp40 juta bukanlah keputusan sepihak pemerintah provinsi. “Itu angka yang memang sudah melalui TAPD, sudah melalui tim appraisal, dan juga disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD Sumut,” ujarnya menegaskan.
Pernyataan Bobby membuka ruang revisi, tetapi sekaligus melempar bola panas ke DPRD yang juga ikut menentukan besaran tunjangan.
Ketua DPRD Sumut Menghindar
Di sisi lain, Ketua DPRD Sumut Erni Ariyanti enggan memberikan jawaban tegas. Usai menghadiri acara Kodam I Bukit Barisan, Rabu (10/9/2025), politisi Partai Golkar itu memilih menghindar ketika wartawan menanyakan soal tunjangan Rp40 juta.
“Nanti ya,” ucapnya singkat sambil bergegas masuk ke mobil.
Di dalam mobil, Erni sempat merespons pertanyaan lain terkait laporannya ke Polda Sumut mengenai dugaan pencemaran nama baik. Namun, ketika kembali ditanya soal tunjangan rumah, ia menutup pintu mobil dan meninggalkan lokasi tanpa memberi keterangan lebih lanjut.
Gelombang Kritik Publik
Sikap bungkam DPRD semakin memperkuat kecurigaan masyarakat bahwa ada masalah transparansi dalam penentuan tunjangan. Sejumlah kalangan menilai wakil rakyat seharusnya bersedia menjelaskan dasar penetapan angka yang dianggap tidak rasional.
Pengamat politik menyebut, kasus ini berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap DPRD maupun Pemprov Sumut. Sebab, dana yang digunakan berasal dari APBD, yang sejatinya diprioritaskan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk memperbesar fasilitas pejabat.
Jalan Panjang Revisi Tunjangan
Secara hukum, revisi tunjangan rumah DPRD hanya bisa dilakukan melalui mekanisme Pergub yang baru. Artinya, diperlukan persetujuan bersama antara Pemprov dan DPRD. Tanpa kesepakatan legislatif, gubernur tidak bisa mengubah sendiri angka Rp40 juta tersebut.
Situasi ini menempatkan Bobby Nasution dalam posisi dilematis. Di satu sisi, ia menyatakan terbuka untuk revisi demi menjawab keresahan publik. Namun di sisi lain, langkah tersebut berpotensi memicu konflik politik dengan DPRD, yang justru menikmati fasilitas dari aturan yang ada.