Jakarta,– Insiden tewasnya seorang pengemudi ojek online (ojol) yang terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polda Metro Jaya memicu kecaman luas dari kalangan pekerja transportasi. Peristiwa itu terjadi saat aparat melakukan penghalauan massa di kawasan Rusun Bendungan Hilir II, Jakarta Pusat, Kamis (28/8) malam.
Kritik terhadap Aparat
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menilai tindakan aparat dalam insiden tersebut sebagai bentuk represif yang tidak dapat dibenarkan. Ketua SPAI, Lily Pujiati, menegaskan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus bertanggung jawab penuh atas peristiwa yang menelan korban jiwa itu.
“Kami mengecam keras tindakan aparat. Kapolri tidak boleh lepas tangan, dan seluruh pengemudi ojol harus bersatu mengawal proses hukum agar kasus ini benar-benar diusut tuntas,” ujar Lily.
Gelombang Solidaritas Ojol
Insiden tersebut memicu aksi solidaritas dari komunitas ojol. Sejumlah pengemudi mendatangi Markas Komando Brimob di Kwitang, Jakarta Pusat, pada Jumat dini hari, sebagai bentuk protes terhadap tewasnya rekan mereka. Aksi massa berlangsung ricuh hingga terjadi pembakaran kendaraan di sekitar lokasi.
Ratusan pengemudi ojol juga terlihat memadati Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), tempat korban dilarikan usai insiden, untuk memberikan dukungan kepada keluarga korban.
Ketua Koalisi Ojol Nasional, Andi Kristiyanto, menegaskan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk tuntutan moral agar kepolisian bertanggung jawab. “Kami meminta pertanggungjawaban dari pihak kepolisian, khususnya Brimob. Nyawa rekan kami tidak bisa dianggap sepele,” katanya.
Tuntutan Transparansi
Komunitas ojol bersama sejumlah serikat pekerja mendesak agar investigasi dilakukan secara terbuka dan transparan. Mereka juga meminta pemerintah serta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengawal kasus ini agar tidak berhenti pada permintaan maaf semata.