Jakarta, 26 Agustus 2025 – Di hari ulang tahunnya yang ke-63, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak hanya menerima ucapan selamat. Di depan Gedung Kementerian Keuangan, 63 karangan bunga berjejer rapi, bukan tanda cinta, melainkan simbol protes para dosen.
Karangan bunga itu menjadi “kado ulang tahun” dari dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di perguruan tinggi berstatus Badan Layanan Umum (BLU) Remunerasi dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN BH). Mereka menolak kebijakan tunjangan kinerja (tukin) yang dianggap diskriminatif.
“Kenapa hak kami ditentukan oleh status kampus, bukan oleh kerja keras kami sebagai pendidik?” ujar seorang dosen yang ikut aksi, dengan suara bergetar.
Akar Ketidakadilan
Dasar kebijakan itu tertuang dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2025 Pasal 7. Aturan tersebut hanya memberi tukin bagi dosen di kampus Satker dan BLU Non-remunerasi. Sementara ribuan dosen di PTN BH dan BLU Remunerasi dikecualikan.
Bagi mereka, aturan itu bukan sekadar angka di slip gaji. Ia adalah simbol ketidakadilan dalam cara negara memperlakukan pendidiknya.
Protes yang Bermakna Simbolik
Pemilihan jumlah karangan bunga—63 rangkai—jelas bukan kebetulan. Angka itu sama dengan usia Sri Mulyani. Di balik setiap rangkai bunga tersimpan pesan: kegembiraan ulang tahun yang dirayakan di atas rasa kecewa para pendidik.
Beberapa tulisan pada pita bunga menyindir dengan halus, sebagian lainnya menegaskan tuntutan: “Keadilan Tukin untuk Semua Dosen ASN.”
Luka yang Melebar
Aksi ini juga tidak lepas dari riuh video rekayasa berbasis kecerdasan buatan (AI) yang sempat viral, menampilkan Sri Mulyani menyebut bahwa tenaga pengajar sebagai “beban negara.” Meski terbukti palsu, video itu telah memperlebar luka dan ketidakpercayaan.
“Video itu memang hoaks. Tapi rasa sakit kami nyata,” kata seorang dosen lain.
Harapan yang Tersisa
Para dosen berharap pemerintah tidak menutup mata. Mereka meminta aturan yang diskriminatif itu ditinjau ulang. Bagi mereka, pengabdian di kampus bukan semata soal status kelembagaan, melainkan soal tanggung jawab mencerdaskan bangsa.
Dan di tengah barisan 63 karangan bunga itu, terselip pesan yang lebih dalam: bahwa ulang tahun bisa dirayakan dengan pesta, tetapi juga bisa menjadi pengingat keras dari rakyat yang merasa diabaikan.