PATI – Ribuan warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran di Alun-Alun Pati, Rabu (13/8/2025). Mereka menuntut Bupati Pati, Sudewo, mundur dari jabatannya meskipun kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sempat mencapai 250 persen telah dibatalkan.
Aksi ini dimulai sejak pukul 08.00 WIB, dipusatkan di depan Pendopo Kabupaten Pati. Massa datang dari berbagai kecamatan, membawa spanduk, poster, dan orasi yang memprotes gaya kepemimpinan Sudewo. Polisi dan TNI mengerahkan 2.684 personel untuk mengamankan jalannya aksi.
Lima Tuntutan Warga
Selain mendesak pengunduran diri Bupati, massa menyampaikan lima tuntutan utama:
Menolak kebijakan lima hari sekolah.
Menolak renovasi Alun-Alun Pati senilai Rp2 miliar.
Menolak pembongkaran total Masjid Alun-Alun yang bernilai sejarah.
Mempertanyakan proyek videotron senilai Rp1,39 miliar.
Menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatan.
Solidaritas MeluasSejumlah posko penggalangan logistik berdiri di sekitar lokasi aksi. Bantuan berupa air mineral, makanan, pisang, dan hasil bumi mengalir dari berbagai daerah. Dukungan moral juga datang dari organisasi keagamaan. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pati mengeluarkan maklumat yang meminta Bupati Sudewo introspeksi dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat.
Latar Belakang AksiAksi ini bermula dari kebijakan Pemkab Pati yang menaikkan tarif PBB hingga 250 persen. Kebijakan tersebut menuai protes besar karena dinilai memberatkan masyarakat. Setelah gelombang penolakan, Bupati Sudewo akhirnya membatalkan kenaikan PBB. Namun, kekecewaan publik tetap membara, bergeser menjadi tuntutan pengunduran diri.
Sudewo Bertahan
Hingga berita ini diturunkan, Bupati Sudewo belum menunjukkan tanda-tanda akan mundur. Ia masih berada di Pati dan dijadwalkan menjadi inspektur upacara peringatan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025. Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menegaskan aksi akan terus dilakukan hingga tuntutan mereka dikabulkan.
Aksi 13 Agustus ini dinilai sebagai salah satu gerakan massa terbesar di Pati dalam beberapa tahun terakhir, mencerminkan krisis kepercayaan publik terhadap kepala daerah meskipun kebijakan kontroversial telah dibatalkan.