Catatan Rocky Gerung: Demokrasi yang Dikhianati

Date:

Share post:

Indonesia pernah mengalami rezim otoriter militer di bawah Soeharto. Rezim itu membubarkan diskusi dengan dalih undang-undang subversif, menggunakan kekuatan fisik untuk membungkam suara rakyat. Namun, kini kita menghadapi bentuk otoritarianisme baru — yang jauh lebih berbahaya karena tidak datang dengan gebrakan keras, melainkan menyusup pelan-pelan ke dalam pikiran publik.

Jokowi hadir ketika Indonesia sudah demokratis. Ia tidak pernah mengalami perjuangan mempertahankan demokrasi saat kebebasan terancam. Maka sulit menerima klaim bahwa ia “merawat demokrasi”. Faktanya, ia merusaknya.

Sejak awal, Jokowi sudah memilih jalan otoritarian, bahkan sebelum kekuasaan penuh berada di tangannya. Ide memperpanjang masa jabatan, mengangkat anaknya sendiri sebagai calon wakil presiden, dan memusatkan kendali politik adalah ciri klasik authoritarian personality.

Otoritarianisme Jokowi bekerja dengan “soft power” yang memanipulasi rakyat, bukan dengan senjata. Ia mengkhianati tokoh yang membesarkannya, partai yang mendukungnya, bahkan rakyat yang memilihnya. Proyek Ibu Kota Negara (IKN) adalah simbol kebijakan memaksa: dijual ke luar negeri tak laku, lalu oligarki dan APBN dipaksa menanggungnya. Di sisi lain, ada rakyat yang bunuh diri karena tak mampu membeli beras.

Kebijakan bantuan sosial seperti BLT bukan pemberdayaan, tetapi alat untuk membuat rakyat pasif dan tergantung. Sebagian besar penerima BLT adalah pemilih yang bahkan tak menamatkan sekolah menengah. Inilah strategi politik yang bengis: memelihara ketergantungan demi suara.

Bandingkan dengan masa lalu: di era Soeharto, negara masih mendapat 35% dari eksploitasi sumber daya; di era SBY, 27%. Di era Jokowi, hanya 6%. Ini bukan sekadar kebijakan buruk — ini adalah pengkhianatan terhadap hak rakyat untuk mendapatkan keadilan ekonomi.

Otoritarianisme kini tidak perlu tank dan tentara. Ia bisa hadir dalam wajah demokratis, namun membungkam oposisi melalui telepon, intervensi, dan pembatasan ruang bicara. Ia merusak institusi, menghapus literasi politik, dan menipu rakyat selama sembilan tahun.

Seperti lilin, kekuasaan Jokowi mungkin terlihat paling terang di ujung masa jabatannya. Tetapi itu adalah cahaya sebelum padam. Dan ketika padam, yang tersisa adalah ruang publik yang gelap — hasil dari demokrasi yang dikhianati secara perlahan.

Dulu Orde Baru punya caranya sendiri untuk membungkam. “Dulu Orde Baru pakai demi undang-undang dia sah bubarin itu. Undang-undangnya subversif memang, tapi dia pakai undang-undang. Kalau sekarang rektornya ditelepon jangan terima Rocky Gerung untuk diskusi.”

Bedanya, Jokowi hadir ketika Indonesia sudah demokratis. “Bagaimana mungkin Anda bilang Jokowi sedang merawat demokrasi, dia memberantakkan demokrasi itu.”

Sejak awal, saya melihat Jokowi sudah punya pola pikir otoriter. “Jokowi di pikirannya sudah memilih jadi otoriter sebelum dia mengalaminya. Itu yang namanya authoritarian personality. Ide untuk memperpanjang masa jabatan, ide untuk menambah masa jabatan, ide untuk menjadikan Gibran calon wakil presiden, itu adalah authoritarian personality. Dia sudah memilih sebelum dia lakukan.”

Ini persis seperti yang terjadi dalam sejarah. “Dasarnya Hitler, menyembunyikan kebengisannya sebelum jadi pemimpin. Hitler dipilih secara demokratis. Itu pentingnya belajar sejarah.”

Otoritarianisme hari ini tidak datang dengan tank dan senjata. Ia datang lewat tipu daya dan pengkhianatan. “Kebusukan kekuasaan bukan pada penggunaan fisik kekuasaan, tapi pada pengkhianatan, pada penipuan. Itu semua soft power-nya Jokowi. Jokowi tidak datang seperti Soeharto bilang ‘I cover you, gue gebuk lu.’ Tidak. Dengan senyap dia lakukan pengkhianatan pada Ibu Mega, pada bangsa ini, pada emak-emak.”

Lihat pada proyek Ibu Kota Negara (IKN). “Dia bikin IKN, dia jual ke Cina nggak laku, ke Amerika nggak laku, ke Mesir nggak laku, ke Malaysia nggak laku, ke Singapura nggak laku. Lalu dia paksa oligarki nyumbang, lalu suruh APBN pindahkan 20–40% ke IKN.”

Sementara itu, tragedi terjadi di rakyat kecil. “Kurang kejam apa Jokowi, di Kupang ada orang bunuh diri karena nggak bisa beli beras. Di zaman Soeharto tidak pernah ada orang bunuh diri karena nggak bisa makan.”

Kebijakan bantuan sosial yang dibanggakan pun punya tujuan tersembunyi. “BLT itu ilmunya Jokowi, membujuk orang supaya tidak produktif, supaya tidak pintar.”

Dalam pengelolaan sumber daya alam, hasilnya menyedihkan. “Di zaman Jokowi, penerimaan negara dari eksploitasi sumber daya hanya 6%. Itu bengis namanya.”

Otoritarianisme di era ini bukan lagi milik rezim militer. “Otoritarianisme tidak harus melalui keadaan yang Anda lihat. Ini rezim demokratis tapi memakai ide politik untuk mengatasi kemandekan ambisinya.”

Dan yang paling berbahaya adalah ia menyusup ke pikiran rakyat. “Ada jenis otoritarian mirip Orde Baru yang bahkan lebih berbahaya karena menyelundup secara hegemoni ke dalam benak rakyat.” Bahkan “kelas menengah juga ditipu, dan baru sadar setelah terlambat.”

Inilah sebabnya “kemampuan kita secara intelektual dibatalkan oleh Jokowi, sehingga bahkan untuk mengerti demokrasi saja gagal.”

Demokrasi Indonesia hari ini bukan hanya dalam ancaman — ia sedang dikhianati dari dalam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Tas Wanita

spot_img

Related articles

Pati Berkobar! Ratusan Ribu Massa Gempur Kantor Bupati, Gas Air Mata & Mobil Terbakar Warnai Aksi

PATI – Suasana di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025), berubah menjadi lautan amarah. Ratusan ribu massa yang...

Sudirman Said Resmi Jadi Rektor UHN Tegal, Siap Angkat Reputasi ke Level Internasional

TEGAL – Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said resmi dilantik sebagai Rektor Universitas Harkat...

Pati Memanas! Ribuan Warga Kepung Pendopo, Teriak “Sudewo Mundur!” Meski PBB Batal Naik

PATI – Ribuan warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menggelar aksi unjuk...

KPK Memburu Mastermind Dalang Suap Proyek RSUD Kolaka Timur

Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membongkar lapisan demi lapisan dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit...