Jakarta, 7 Agustus 2025 — Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menunjukkan taringnya dalam upaya pemberantasan korupsi. Kali ini, sasarannya adalah pengusaha migas kenamaan, Riza Chalid, yang namanya mencuat dalam sejumlah kasus kontroversial di masa lalu. Dalam rangka penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang (TPPU), penyidik menyita sejumlah aset mewah milik Riza yang bernilai fantastis.
Mobil Mewah Disita, Simbol Kekayaan atau Pelarian Aset?
Lima unit mobil mewah disita dari hasil penggeledahan di tiga lokasi berbeda: Depok, Pondok Indah, dan Tegal Parang. Meskipun Kejagung belum merinci merek maupun tipe kendaraan tersebut, publik berspekulasi soal kemungkinan keterlibatan merek-merek premium seperti Ferrari, Lamborghini, hingga Rolls-Royce.
Penyidik menduga mobil-mobil tersebut tidak hanya digunakan sebagai simbol status, namun juga sebagai alat menyamarkan kekayaan ilegal, menghindari pelacakan dana, dan mentransfer nilai aset secara fisik tanpa melalui sistem perbankan. Keberadaan kendaraan atas nama orang lain atau perusahaan cangkang juga memperkuat dugaan modus “pelarian aset” dari jerat hukum.
Uang Tunai Dalam Karung: Fenomena “Cash Hoarding” ala Sultan
Yang lebih mengejutkan, tim Kejagung juga menemukan uang tunai dalam jumlah besar, disimpan dalam berbagai mata uang, termasuk Rupiah, Dolar AS, dan valuta asing lainnya. Uang tersebut kini masih dalam proses penghitungan oleh tim Kejagung bersama pihak bank karena volume fisiknya yang luar biasa besar.
Menurut pakar tindak pidana ekonomi, penyimpanan uang dalam bentuk fisik dalam jumlah besar kerap dilakukan untuk menghindari pelacakan digital oleh otoritas seperti PPATK dan OJK, serta untuk menghindari risiko pemblokiran rekening. Praktik ini disebut sebagai bagian dari sistem “shadow banking” — aktivitas keuangan di luar kendali regulator resmi.
Langkah Hukum Bernuansa Simbolik
Penyitaan aset ini dinilai sebagai langkah hukum yang memiliki nilai simbolik kuat. Kejagung seolah menyampaikan pesan tegas bahwa tidak ada lagi zona aman bagi pelaku kejahatan ekonomi, meski mereka berlindung di balik kekuasaan atau kekayaan luar biasa.
Tindakan ini juga menandai keseriusan Kejagung untuk menyentuh pemain-pemain besar (high-profile), bukan sekadar pelaku kelas bawah. Penyitaan disebut menjadi langkah awal dalam mengungkap tindak pidana asal, termasuk kemungkinan keterlibatan jaringan keuangan yang lebih luas, nominee, dan aset tidak bergerak seperti properti luar negeri, saham, hingga rekening offshore.
Indikasi Akar Kasus Lebih Dalam
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa penyidik kemungkinan telah mengantongi bukti digital aliran dana, serta memiliki saksi kunci atau pelapor internal. Ada sinyal bahwa Kejagung tidak hanya menargetkan Riza Chalid secara individu, namun juga berpotensi menyasar jaringan bisnis-politik yang lebih luas.
Awal dari Penegakan Gaya Baru?
Penyitaan aset ini menjadi indikasi awal dari pendekatan baru dalam penegakan hukum korupsi dan TPPU di Indonesia. Selain mengamankan aset negara, tindakan ini juga membongkar gaya hidup mewah hasil kejahatan korporasi dan sekaligus mengguncang budaya impunitas yang selama ini menyelimuti elite ekonomi-politik Tanah Air.
Jika proses hukum ini berjalan konsisten dan transparan, bukan tidak mungkin akan menjadi preseden penting dalam upaya pemberantasan korupsi dan pencucian uang di Indonesia, sekaligus peringatan bagi para “sultan gelap” lainnya.