Jakarta — Dugaan skandal korupsi raksasa di tubuh PT Pertamina (Persero) kembali menjadi sorotan publik setelah nama-nama penting seperti Hanung Budya dan Reza Khalid mencuat dalam penyidikan. Namun, sejumlah pihak menilai bahwa praktik korupsi ini tak mungkin terjadi tanpa campur tangan kekuasaan politik di luar Pertamina.
Pertamina Tak Berdiri Sendiri: Jebakan Sistemik Kekuasaan
Sebagai BUMN strategis di sektor energi, Pertamina berada di bawah kendali langsung Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, menurut banyak analis dan mantan pejabat negara, kekuasaan yang mengatur perusahaan pelat merah itu jauh lebih tinggi — bahkan menyentuh lingkaran istana.
“Pertamina hanyalah pelaksana. Yang mengendalikan semua kebijakan dan penempatan direksi adalah kekuasaan politik,” kata mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.
Permainan Skala Raksasa: Ada Arahan dari Atas
Menurut Said Didu, korupsi skala besar yang melibatkan kilang, tangki penyimpanan, hingga distribusi BBM tidak mungkin dilakukan hanya oleh jajaran direksi Pertamina.
“Kalau sampai menyentuh seluruh rantai distribusi energi, itu pasti ada pengatur besar dari luar. Bukan sekadar menteri. Harus yang lebih tinggi lagi,” tegasnya.
Hal ini diperkuat dengan diamnya sistem kontrol internal Pertamina yang seharusnya bersifat check and balance antarunit. Justru yang terjadi, sistem terlihat disetir agar semua bergerak searah, bukan saling mengawasi — indikasi kuat adanya intervensi kekuasaan.
Dari Suplai ke Infrastruktur: Korupsi yang Masuk ke Jantung Energi Nasional
Skema korupsi migas kini telah bertransformasi. Dari sekadar markup harga impor dan permainan suplai minyak mentah, kini bergeser ke penguasaan infrastruktur vital:
Kepemilikan tangki penyimpanan BBM
Pengelolaan kilang minyak
Pencampuran BBM ilegal (oplosan)
Manipulasi distribusi Pertalite dan Pertamax
Kondisi ini berdampak langsung pada masyarakat: kualitas BBM menurun, harga melambung, dan subsidi negara tergerus untuk keuntungan segelintir elite.
Indikasi Peran Kekuasaan Tinggi: Bukan Sekadar Direksi
Sejumlah fakta mengindikasikan keterlibatan aktor kekuasaan tingkat tinggi:
1. Penempatan Direksi “Titipan”
Nama Hanung Budya disebut sebagai sosok yang berulang kali diusulkan kekuasaan, meski berkali-kali ditolak oleh panitia seleksi.
“Hanung itu ditolak oleh pansel. Tapi selalu muncul kembali, artinya ada intervensi kuat,” kata Said Didu.
2. Penghentian Kasus “Papa Minta Saham”
Kasus besar yang sempat melibatkan elite kekuasaan, disebut dihentikan atas permintaan langsung Presiden Joko Widodo. Bersamaan dengan itu, Hanung kembali masuk ke jajaran direksi Pertamina.
3. Kedekatan Reza Khalid dengan Istana
Reza diketahui menjadi tamu VIP di pernikahan anak Presiden. Kedekatan ini memperkuat dugaan bahwa ia memiliki akses khusus ke lingkar kekuasaan.
4. Kontrol terhadap Lembaga Penegak Hukum
Said Didu menilai bahwa Kejaksaan Agung tidak mungkin menetapkan tersangka sebesar ini tanpa persetujuan dari level tertinggi kekuasaan.
“Kalau kasus ini berhenti di Hanung dan Reza, artinya lampu hijau dari kekuasaan hanya sebatas itu. Bisa jadi hanya untuk kepentingan politik sesaat.”
Motif Politik: Skema Pendanaan Pemilu?
Menariknya, periode terjadinya dugaan korupsi ini berlangsung dari 2018 hingga 2023 — bertepatan dengan dua momen politik besar: Pemilu 2019 dan 2024. Diduga kuat, aliran dana korupsi digunakan untuk:
Pendanaan kampanye politik
Pembentukan oligarki politik
Mempertahankan kesetiaan elite
Dengan kata lain, korupsi ini bukan sekadar tindakan kriminal, tetapi bagian dari strategi konsolidasi kekuasaan jangka panjang.
Apakah Prabowo Akan Bongkar?
Said Didu menyebut, keputusan akhir ada di tangan Presiden Prabowo Subianto.
“Kalau Prabowo berani perintahkan Kejaksaan untuk menyelidiki sampai ke atas, semua akan terbongkar. Tapi kalau masih menghormati Solo (red: Jokowi), maka ini hanya akan jadi drama pengalihan isu.”
Dengan kata lain, keberanian politik Presiden Prabowo menjadi kunci apakah kasus ini akan menyentuh aktor utama atau hanya berhenti pada pelaksana teknis.
Siapa Sutradara Sebenarnya?
Meski tidak disebutkan secara eksplisit, seluruh pola dan bukti mengarah pada satu simpulan: adanya sutradara di balik layar — sosok yang memiliki otoritas penuh atas:
Penunjukan direksi
Persetujuan proyek dan anak usaha
Kendali terhadap sistem hukum dan distribusi migas
Indikasi tersebut memperkuat dugaan bahwa kekuasaan tertinggi saat itu (yakni Presiden dan lingkarannya) adalah otak dari sistem korupsi ini.
KESIMPULAN
Elemen | Peran |
---|---|
Pertamina | Pelaksana teknis, eksekutor di lapangan |
Hanung & Reza Khalid | Arsitek lapangan, pelaksana pola korupsi |
Kementerian BUMN | Pengatur sistem dan penempatan direksi |
Kekuatan eksternal | Pemberi izin, pemilik proyek, penyedia payung kekuasaan |
Pusat kekuasaan tertinggi | Diduga sebagai sutradara, pembuat keputusan strategis di balik layar |
REKOMENDASI
Presiden Prabowo harus berani membongkar sampai ke pusat kekuasaan lama.
KPK dan DPR RI perlu melakukan investigasi menyeluruh hingga ke aktor puncak.
Masyarakat sipil dan media wajib terus mengawal agar kasus ini tidak berujung pada pengorbanan “kambing hitam” semata.
“Mafia migas hanya bisa diberantas kalau kita berani menyentuh sutradaranya, bukan hanya pemain figuran.” — Said Didu
Sumber berita : https://www.youtube.com/watch?v=l986IIXL-nM