Jakarta, 1 Agustus 2025 – Menteri Pendidikan Tinggi, Riset, dan Inovasi Teknologi (Mendiktisaintek), Prof. Brian Yuliarto, menegaskan pentingnya mengubah paradigma riset di Indonesia. Riset, menurutnya, tidak lagi cukup berhenti di ruang laboratorium atau publikasi ilmiah. Ia menekankan bahwa riset harus mampu dihilirisasi, dikomersialisasikan, dan memberi dampak langsung bagi masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan menyusul arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta kementerian terkait melakukan terobosan besar di bidang sains dan teknologi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dan menjaga daya saing global.
“Presiden menekankan bahwa kita butuh riset yang menjawab masalah nyata bangsa. Inovasi harus menjadi tulang punggung pembangunan,” kata Brian dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/8).
Brian menyebut bahwa penguatan riset akan dilakukan melalui dua jalur utama: riset dasar dan riset terapan. Keduanya, katanya, harus berjalan beriringan untuk menciptakan solusi konkret dan siap pakai. Riset tidak lagi boleh dipandang sebagai domain akademik semata, tetapi harus menjadi bagian dari ekosistem ekonomi nasional.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya membangun ekosistem riset yang kuat dan terhubung. Ekosistem ini dimulai dari perguruan tinggi sebagai pusat ilmu pengetahuan, dengan pendekatan kolaboratif lintas disiplin dan sinergi bersama dunia industri serta pemerintah daerah.
“Kita harus menjembatani laboratorium dan lini produksi. Hasil riset harus bisa menjelma menjadi teknologi yang hadir di pasar dan digunakan masyarakat luas,” ujarnya.
Pemerintah saat ini tengah menyusun peta jalan (roadmap) penguatan riset nasional lima tahun ke depan. Salah satu fokus utamanya adalah mempercepat proses hilirisasi inovasi melalui kemitraan strategis dengan pelaku usaha dan pelatihan wirausaha berbasis riset di kampus-kampus.
Menurut data Kementerian Riset, saat ini hanya sekitar 12 persen hasil penelitian dari perguruan tinggi yang berhasil dikomersialisasikan. Angka ini jauh tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura dan Malaysia yang telah memiliki ekosistem inkubasi teknologi yang lebih mapan.
“Ini adalah tantangan kita bersama. Tanpa hilirisasi, riset hanya akan menjadi tumpukan dokumen akademik. Padahal, di balik setiap inovasi, ada potensi ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang bisa kita bangun,” tambah Brian.
Langkah ini disambut positif oleh kalangan akademisi dan praktisi inovasi. Dr. Lina Kartika, peneliti senior LIPI, mengatakan bahwa pendekatan Mendiktisaintek membuka harapan baru.
“Sudah waktunya riset Indonesia berpindah dari menara gading ke menara dagang. Potensinya besar, tinggal bagaimana kita mengorkestrasinya,” ujarnya.
Dengan arah kebijakan baru ini, pemerintah berharap dapat mendorong Indonesia naik kelas dari negara konsumen teknologi menjadi negara produsen inovasi.