Group WA “Mas Mentri” Neraka Anggaran Skandal Chromebook Rp9,3 Triliun

Date:

Share post:

Jakarta,— Skandal pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,3 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini menjadi sorotan tajam publik setelah Kejaksaan Agung menetapkan enam tersangka dan memulai penyidikan intensif. Proyek yang semula bertujuan mendukung digitalisasi pendidikan justru berakhir sebagai salah satu babak kelam dalam sejarah tata kelola anggaran pendidikan Indonesia.

Awal Mula: Grup WhatsApp “Mas Menteri”

Semuanya bermula pada Agustus 2019, bahkan sebelum Nadiem Makarim resmi dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Saat itu, ia membentuk grup WhatsApp bernama Mas Menteri Core Team, yang terdiri dari sejumlah orang kepercayaannya seperti Jurist Tan dan Fiona Handayani—keduanya kini menjadi staf khusus menteri.

Grup ini menjadi semacam dapur strategi, tempat perumusan visi digitalisasi pendidikan. Diskusi-diskusi awal dalam grup tersebut kemudian mengerucut pada proyek pengadaan perangkat digital untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, yang puncaknya diwujudkan dalam pengadaan Chromebook bernilai triliunan rupiah.

Perubahan Arah Teknologi: Windows Diganti Chrome OS

Dalam kajian awal internal kementerian, sistem operasi Windows dinilai sebagai opsi yang paling masuk akal dan familiar. Namun, arah kebijakan tiba-tiba berubah drastis. Pada Mei 2020, setelah serangkaian pertemuan dengan vendor teknologi, pemerintah justru memutuskan untuk beralih ke Chrome OS milik Google.

Perubahan ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada tekanan atau lobi dari pihak luar, khususnya dari perusahaan teknologi global. Google bahkan disebut menawarkan program co-investment sebesar 30% untuk mendukung proyek tersebut, yang bagi sebagian pengamat diduga berkaitan dengan hubungan masa lalu perusahaan itu dengan Gojek, startup yang didirikan Nadiem Makarim.

Penyidikan Kejagung: Dugaan Penyimpangan Terstruktur

Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengumumkan bahwa proyek ini telah masuk tahap penyidikan. Sejauh ini, enam orang telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk mantan pejabat direktorat pendidikan dasar dan menengah, serta seorang konsultan teknologi yang diduga menjadi perantara vendor asing.

Kejagung mengindikasikan bahwa proyek ini sarat dengan penyimpangan prosedural, penggelembungan anggaran, dan pengadaan yang tidak memperhatikan kebutuhan riil di lapangan.

“Chromebook yang dikirim ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) tidak bisa digunakan karena keterbatasan infrastruktur internet. Ini pengadaan tanpa akal sehat,” ujar salah satu pejabat Kejagung.

Kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,9 triliun. Ribuan perangkat dilaporkan mangkrak di gudang sekolah atau menjadi barang mati karena tidak bisa terkoneksi dengan jaringan.

Proyek Bernuansa Lobi Global?

Pengamat kebijakan publik menilai bahwa proyek ini bukan sekadar urusan pendidikan, tapi lebih pada strategi geopolitik teknologi. Google disebut memainkan peran penting dalam mendorong penggunaan sistem operasi mereka melalui berbagai pendekatan ke birokrat lokal. Beberapa analis bahkan menyebut proyek Chromebook ini sebagai bentuk soft tech colonization yang menyasar dunia pendidikan Indonesia.

Keterkaitan Google dengan Gojek juga turut disorot. Walau tidak terbukti secara langsung, dugaan konflik kepentingan muncul karena Google adalah investor utama Gojek—perusahaan yang pernah dipimpin langsung oleh Nadiem.

Nadiem Diperiksa, Tapi Belum Jadi Tersangka

Hingga kini, Nadiem Makarim telah diperiksa dua kali oleh tim penyidik Kejagung sebagai saksi. Meski begitu, belum ada indikasi bahwa ia akan ditetapkan sebagai tersangka. Namun sejumlah aktivis anti-korupsi dan pengamat hukum mendesak agar pemeriksaan diperluas ke level pengambil kebijakan tertinggi di kementerian.

Dari Niat Digitalisasi ke Kubangan Masalah

Proyek Chromebook awalnya dijual ke publik sebagai lompatan besar dalam digitalisasi pendidikan. Tapi kini, proyek tersebut justru membenamkan kepercayaan publik terhadap tata kelola pendidikan dan memunculkan kekhawatiran bahwa program-program digital hanya menjadi kedok bagi kepentingan korporasi global.

Kejagung masih melanjutkan proses penyidikan. Namun satu hal sudah jelas: ketika sebuah kebijakan lahir dari ruang tertutup dan dijalankan tanpa pertanggungjawaban publik, maka risiko kehancuran bukan hanya di neraca keuangan negara, tapi juga di masa depan anak-anak bangsa.

No.NamaJabatan/PeranStatus HukumKeterangan Tambahan
1.Sri Wahyuningsih (SW)Mantan Direktur Sekolah Dasar (Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen)Tersangka – DitahanDiduga kuat menyetujui skema proyek yang bermasalah
2.Mulyatsyah (MUL)Mantan Direktur SMP KemendikbudristekTersangka – DitahanTerlibat dalam pelaksanaan teknis dan persetujuan pengadaan
3.Jurist Tan (JT/JS)Mantan Staf Khusus Mendikbudristek bidang PemerintahanTersangka – BuronDiduga inisiator teknis proyek sejak sebelum Nadiem resmi menjabat
4.Ibrahim Arief (IBAM)Konsultan Teknologi (Infrastruktur Manajemen Sekolah)Tersangka – Tahanan KotaTidak ditahan karena alasan kesehatan (penyakit jantung kronis)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Sepatu Gucci

spot_img

Related articles

Pati Berkobar! Ratusan Ribu Massa Gempur Kantor Bupati, Gas Air Mata & Mobil Terbakar Warnai Aksi

PATI – Suasana di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Rabu (13/8/2025), berubah menjadi lautan amarah. Ratusan ribu massa yang...

Sudirman Said Resmi Jadi Rektor UHN Tegal, Siap Angkat Reputasi ke Level Internasional

TEGAL – Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said resmi dilantik sebagai Rektor Universitas Harkat...

Pati Memanas! Ribuan Warga Kepung Pendopo, Teriak “Sudewo Mundur!” Meski PBB Batal Naik

PATI – Ribuan warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu menggelar aksi unjuk...

KPK Memburu Mastermind Dalang Suap Proyek RSUD Kolaka Timur

Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membongkar lapisan demi lapisan dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit...