Jakarta, 10 Juli 2025 — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah menyepakati penguatan hak advokat dalam proses peradilan pidana melalui Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Salah satu poin penting dalam draf terbaru RUU KUHAP adalah pengakuan secara eksplisit terhadap hak advokat untuk mengajukan keberatan selama proses pemeriksaan di pengadilan.
Kesepakatan tersebut tercapai dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kementerian Hukum dan HAM yang digelar pada Selasa (9/7), sebagai bagian dari pembahasan intensif reformasi hukum pidana nasional.
“RUU KUHAP ini kami dorong untuk menjamin fair trial dan perlindungan hak-hak tersangka dan terdakwa, termasuk memperkuat peran advokat sebagai penyeimbang dalam proses hukum,” ujar Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Saroni, usai rapat.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan bahwa pemerintah menyetujui penambahan pasal terkait keberatan oleh advokat demi memperjelas mekanisme pembelaan di muka hukum. “Dengan adanya klausul ini, advokat dapat mengajukan keberatan secara resmi apabila menemukan pelanggaran prosedural dalam proses peradilan,” ungkap Yasonna.
Selain penguatan hak advokat, DPR dan pemerintah juga menyepakati penghapusan larangan siaran langsung persidangan dalam RUU KUHAP. Hal ini disebut sebagai langkah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem peradilan.
Revisi KUHAP yang terakhir kali diundangkan pada 1981 ini dipandang penting karena dinilai sudah tidak lagi relevan dengan dinamika hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Sejumlah organisasi advokat menyambut baik langkah tersebut. Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) menilai ketentuan ini merupakan bentuk pengakuan terhadap fungsi strategis advokat dalam menjaga keadilan dan due process of law.
RUU KUHAP saat ini masih dalam tahap harmonisasi dan direncanakan akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan pada masa sidang berikutnya.
Sumber: DPR RI, Kemenkumham, Komisi III DPR