Tingkat kejahatan jalanan di Sumatera Utara, terutama begal dan pencurian kendaraan, sudah mencapai titik genting. Masyarakat resah, hukum diuji, dan aparat dituntut bekerja lebih dari sekadar rutinitas.
Medan, 5 Mei 2025 — Sumatera Utara, terutama Kota Medan, kini dilanda gelombang kejahatan jalanan yang brutal. Aksi begal tak hanya menyasar harta benda, tapi juga nyawa. Anak-anak muda menjadi korban, perempuan diserang di jalanan sepi, dan warga tak lagi merasa aman saat keluar malam.
Fenomena ini bukan baru. Namun yang mencemaskan, tak ada penurunan signifikan meski aparat rutin melakukan patroli. Dalam beberapa kasus, pelaku bahkan bersenjata api rakitan, dan beroperasi secara berkelompok.
“KAMI CAPEK LAPOR, TAPI TAK ADA HASILNYA”
Linda (32), warga Medan Johor, menjadi korban upaya begal saat mengantar anaknya les. “Pelaku dua orang, pakai sepeda motor. Saya teriak, warga bantu, tapi pelaku kabur. Lapor polisi, tapi hanya dicatat, selesai,” keluhnya.
Ia bukan satu-satunya. Grup-grup WhatsApp warga di Medan kini penuh dengan laporan kehilangan motor, tas dijambret, hingga ancaman bacokan. Warga pun terpaksa membuat ronda swadaya, karena merasa perlindungan dari negara belum terasa nyata.
PENEGAK HUKUM DIUJI, INI SOAL NYAWA
Para pengamat hukum dan kriminologi menyebut bahwa persoalan begal ini tak bisa lagi ditangani dengan cara-cara normatif. “Ini sudah darurat. Aparat hukum tak cukup hanya patroli dan pres rilis. Perlu pendekatan intelijen, pemberantasan sindikat, dan hukuman tegas tanpa kompromi,” ujar Prof. Arif Lubis, dosen kriminologi di USU.
Ia menegaskan bahwa aparat kepolisian, kejaksaan, hingga pemerintah daerah harus bersinergi. Tidak bisa lagi masing-masing instansi berjalan sendiri. “Kalau tidak ada kerja terpadu, Medan bisa berubah jadi kota dengan reputasi kriminalitas tinggi. Itu merusak iklim investasi dan pariwisata.”
KEPALA DAERAH DAN KAPOLDA HARUS TURUN TANGAN LANGSUNG
Saat ini masyarakat menuntut aksi konkret, bukan sekadar statemen atau “razia insidentil”. Penambahan CCTV, penguatan patroli berbasis data kriminal, dan pembentukan satgas khusus anti-begal adalah tuntutan yang mulai digaungkan.
“Kami ingin Gubernur dan Kapolda bicara langsung ke publik, tampil di lapangan, bukan cuma lewat media. Ini soal rasa aman rakyat,” kata Ardi Pranata, aktivis pemuda di Medan Timur.
Darurat begal di Sumatera Utara bukan sekadar krisis keamanan. Ini ujian bagi negara untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyat. Jika aparat hukum dan pemimpin daerah tak segera bertindak keras dan sistematis, maka publik akan mengambil jalan sendiri—dan itu lebih berbahaya.