Sejak dilantik sebagai Gubernur Sumatera Utara pada 20 Februari 2025, Bobby Nasution langsung memulai gebrakan antikorupsi. Salah satu langkah beraninya adalah mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara langsung. Dalam pertemuan itu, ia mengungkap bahwa lima Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di bawah kepemimpinannya sudah dalam pemeriksaan KPK atas dugaan praktik korupsi. Ini bukan sekadar laporan biasa—melainkan sinyal bahwa Bobby tidak akan menoleransi kebiasaan lama yang kerap membelit birokrasi daerah.
Langkah ini menuai beragam respons dari publik. Sebagian menyebutnya sebagai strategi politik pencitraan, tapi banyak pula yang memujinya sebagai gebrakan nyata melawan budaya tutup mata di tubuh pemerintahan daerah. Terlebih, Bobby dengan tegas menyatakan ingin bekerja sama penuh dengan KPK bukan hanya dalam penindakan, tetapi juga pencegahan, termasuk melalui pendidikan antikorupsi bagi aparatur sipil negara (ASN).
Sebagai provinsi yang selama ini sering terseret dalam kasus korupsi besar, Sumatera Utara memang butuh kepemimpinan yang berani memutus rantai lama. Dalam sejarahnya, sudah lebih dari tiga gubernur di Sumut pernah terjerat kasus korupsi. Bobby menyadari beban sejarah ini, dan tampaknya ingin mengukir warisan berbeda—yakni sebagai pemimpin yang memperbaiki sistem, bukan sekadar menikmati kuasa.
Harapan: Semoga semangat antikorupsi ini terus dijaga, bukan hanya sebagai gebrakan awal, tapi menjadi budaya birokrasi baru. Jika Sumatera Utara bisa berubah menjadi provinsi yang bersih dan transparan, maka harapan untuk perbaikan sistem pemerintahan di seluruh Indonesia akan semakin nyata.