Arab Saudi menunjukkan pergeseran besar dalam strategi geopolitiknya. Tak hanya mendekat ke BRICS dan China, negara kerajaan ini juga semakin memainkan peran sebagai mediator konflik Timur Tengah, terutama dalam isu Palestina dan hubungan Iran–AS. Langkah-langkah ini menunjukkan ambisi Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) untuk mengubah posisi Saudi dari sekadar eksportir minyak menjadi aktor utama dalam diplomasi global.
Arab Saudi juga gencar mendorong modernisasi internal melalui proyek “Vision 2030”, dengan investasi besar di sektor teknologi, pariwisata, dan energi terbarukan. Bersamaan dengan itu, negara ini merapat ke aliansi non-Barat, termasuk melalui keanggotaan BRICS yang memperkuat posisi Riyadh sebagai jembatan antara dunia Islam dan kekuatan ekonomi baru. Hal ini menandai reposisi besar-besaran terhadap orientasi lama Saudi yang selama puluhan tahun sangat bergantung pada AS.
Namun, langkah ini tidak tanpa risiko. Ketegangan dengan Washington meningkat, terutama terkait isu HAM dan kebijakan minyak. Sementara di kawasan, peran Saudi dalam meredakan konflik Yaman dan memperkuat diplomasi dengan Iran menjadi ujian penting apakah negara ini sungguh bisa menjadi “penyeimbang baru” dalam dunia yang multipolar.
Harapan: Semoga transformasi politik dan diplomatik Arab Saudi benar-benar membawa stabilitas kawasan, serta memperkuat solidaritas negara-negara berkembang untuk mewujudkan tatanan global yang lebih adil dan setara. Indonesia pun dapat mengambil inspirasi dari semangat transformasi Saudi untuk berani memimpin di lingkup regional dan global.